Lihat ke Halaman Asli

[Siaran Pers] Keterangan BEM FISIP UI Terkait Keikutsertaan dalam Aksi Penolakan Pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri (17/2/2015)

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FISIP UI 2015

Berawal dari keputusan presiden Joko Widodo yang “memensiunkan dini” Kapolri Jenderal Pol Sutarman, hingga sekarang Kepolisian Republik Indonesia belum memiliki kepala definitif. Joko Widodo sebenarnya sudah mengajukan satu nama yaitu Komjen Budi Gunawan sebagai calon pengganti Sutarman, namun kenyataan memaksa kursi Kapolri definitif masih kosong hingga sekarang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka pada tanggal 13 Januari 2015. Budi Gunawan (BG) diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah atau janji pada saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri periode 2003 – 2006 dan jabatan lainnya di Kepolisian Republik Indonesia. Hadiah tersebut diduga diberikan untuk menggerakkan yang bersangkutanmelakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewaijbannya. Atas perbuatannya, BG disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.

Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka berdampak pada kelanjutan proses pelantikannya sebagai Kapolri. Budi Gunawan hingga sekarang belum dilantik meskipun telah disetujui DPR RI dan menjalani fit and proper test. BEM FISIP UI percaya bahwa langkah untuk tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri yang baru sudah tepat karena kami tidak menginginkan Kepolisian Republik Indonesia dipimpin oleh seorang tersangka kasus korupsi. Kendati ada asas praduga tak bersalah, kami percaya bahwa akan lebih baik Budi Gunawan menyelesaikan terlebih dahulu proses hukumnya untuk membuktikan bahwa ia benar-benar tidak bersalah. Terlebih, tim independen yang dibentuk presiden Joko Widodo juga menyarankan tidak melantik Budi Gunawan.

Tanggal 16 Februari 2015 kemarin, publik dikejutkan karena sebagian permohonan Budi Gunawan dikabulkan hakim praperadilan, diantaranya yaitu penetapan dirinya sebagai tersangka yang dinilai tidak sah. Mantan Hakim Agung Harifin A. Tumpa menyatakan, Mahkamah Agung (MA) bisa membatalkan putusan praperadilan jika memang melanggar aturan. Dia mengatakan, pengajuan praperadilan itu sebenarnya telah bermasalah. Sebab, sesuai KUHAP, hanya ada enam hal yang bisa diajukan lewat praperadilan. Enam hal itu adalah sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan, serta mekanisme permintaan ganti rugi dan rehabilitasi nama baik. Maka dari itu, jika memutuskan di luar enam kewenangan praperadilan tersebut, bisa diartikan hakim telah menyalahi kewenangannya. Sebagai contoh, kasus Chevron beberapa tahun lalu dimana hakim praperadilan menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan ternyata MA membatalkan keputusan tersebut serta memberi sanksi kepada hakim. Dari penjelasan mantan Ketua MA tersebut dapat dipahami bahwa sebenarnya putusan hakim praperadilan yang menganggap penetapan Budi Gunawan oleh KPK sebagai tersangka tidak sah sebenarnya bermasalah dan berpotensi dibatalkan MA.

BEM FISIP UI percaya bahwa proses hukum harus terus dilanjutkan dan kami yakin proses hukum Budi Gunawan tidak hanya sampai praperadilan. Seperti diketahui, KPK bisa mengajukan peninjauan kembali (PK). Oleh karena itu, kami menolak apabila Budi Gunawan dilantik sebagai Kapolri dengan statusnya yang masih terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Kami menghargai proses hukum yang ada dan asas praduga tak bersalah. Kami tidak sampai pada poin bahwa Budi Gunawan adalah orang yang benar-benar bersalah. Namun, kami tidak ingin Indonesia menjadi negara satu-satunya di dunia yang presidennya melantik seorang “tersangka” menjadi pimpinan di lembaga kepolisian. Terlepas dari perdebatan secara hukum bahwa status tersangka Budi Gunawan masih sah atau tidak, kami menganggap bahwa Budi Gunawan perlu membuktikan dirinya tidak bersalah dengan menjalani persidangan mengingat KPK mengaku memiliki bukti kuat. KPK juga dikenal memiliki track record baik dimana tidak ada tersangka yang bisa lepas dari sanksi hukum di pengadilan. Tidak hanya itu, pelantikan Budi Gunawan bisa menurunkan martabat Kepolisian Republik Indonesia sendiri dan menurunkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap lembaga penegak hukum tersebut. Pada akhirnya, BEM FISIP UI menginginkan lembaga penegak hukum termasuk kepolisian dipimpin dan diisi oleh orang-orang yang berintegritas, jujur, dan berkompeten.

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, ”KPK Tetapkan BG (Kalemdikpol) Tersangka”, diakses dari http://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2431-kpk-tetapkan-bg-kalemdikpol-tersangka, pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 21.26 WIB.

Jawa Pos, “MA Bisa Batalkan Putusan Praperadilan BG”, diakses dari http://www.jawapos.com/baca/artikel/12998/MA-Bisa-Batalkan-Putusan-Praperadilan-BG, pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 21.35 WIB.

Ahmad Romadoni, “LSI: 4 Alasan Jokowi Tak Perlu Lantik Budi Gunawan Jadi Kapolri”, Liputan 6, diakses dari http://news.liputan6.com/read/2163987/lsi-4-alasan-jokowi-tak-perlu-lantik-budi-gunawan-jadi-kapolri, pada tanggal 17 Januari 2015 pukul 21.58 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline