Lihat ke Halaman Asli

BEM FEB UHAMKA

Student Executive Board on UHAMKA Faculty of Economics and Business

Kenaikan Iuran BPJS di Tengah Pandemi Dapat Membebani Masyarakat

Diperbarui: 15 Juni 2020   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: BBC News

Melihat keadaan hari ini semakin maraknya kebijakan-kebijakan yang dirancang dan disahkan oleh pemerintah semakin menipis tingkat keadilan di negara kita. seharusnya kebijakan yang diterima masyarakat harus bisa meringankan beban masyarakat akan tetapi pemerintah  memberikan kebijakan yang kurang tepat dan membuat keresahan bagi masyarakat.  

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang terus bergulir di tengah merebaknya wabah virus corona (COVID-19). Pemerintah menetapkan Kenaikan iuran BPJS Kesehatan berlaku mulai 1 Juli setelah pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sri Mulyani juga mengungkapkan selama lima tahun terakhir pemerintah sudah menguras kas negara hingga Rp25,7 triliun untuk menambal defisit.

Menurut Ketua Komisi IX DPR, Felly Estelita Runtuwene juga menilai tidak tepat jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan di tengah pandemi COVID-19. "Jadi belum tepat kalau untuk masalah bicara iuran ini untuk kita naikkan lagi, belum tepat untuk saat ini. Kalau kita bicara nanti ekonomi kita sudah stabil dan lain sebagainya. Kita bicara ekonomi hari ini, kita bicara tata kelola, tapi kita lupa urusan sosialnya seperti apa hari ini dampaknya dari pandemi ini".

Berdasarkan Pasal 34 ayat 3, iuran Kelas I sebesar Rp150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta. 

Lalu, dalam ayat 2 disebutkan iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II sebesar Rp100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta. Sementara iuran Kelas III Tahun 2020 tetap sebesar Rp25.500, tetapi tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp35 ribu.

Padahal, sejak awal tahun 2020 peserta BPJS Kesehatan sudah dibebani kenaikan iuran hingga mencapai seratus persen dari sebelumnya. Namun, masih saja ditemukan rumah sakit yang menomorduakan pasien BPJS dalam memberikan pelayanan.  

Seorang warga Tanjung Seneng menuturkan, dirinya sempat dibuat kecewa oleh pihak rumah sakit swasta karena orang tuanya tidak bisa dirawat karena kamar kelas 1 sedang penuh. 

Padahal, saat itu orang tuanya harus benar-benar mendapat pelayanan rawat inap. “Bagaimana tidak kesal, setelah dibilang kamar kelas 1 penuh, pegawai rumah sakit justru menawari naik kelas dengan status pasien umum. Padahal kami selama ini sudah membayar iuran kelas 1 setiap bulan,” ungkapnya,

Kenaikan tersebut seolah dianggap sangat memberatkan masyarakat pada umumnya. Sesuai isi pasal 28H yang berbunyi “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan Kesehatan”. 

Dari pasal tersebut jelas bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan Kesehatan akan tetapi pada kenyataannya apabila iuran BPJS tersebut dinaikkan banyak sejumlah kalangan bawah yang tidak dapat memenuhi dan lebih baik untuk tidak menaikannya. Maka kami mahasiswa FEB menuntut dan mendesak kepada pemerintah untuk mempertimbangkan point yang akan kami sampaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline