Lihat ke Halaman Asli

BEM FEB UI

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI Student Board)

Persembahan Hari Buku: Razia Buku Kiri, Tindakan Usang yang Membodohi Anak Negeri

Diperbarui: 21 Oktober 2019   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Bacalah buku apa saja. Membaca akan membuat kita menjadi orang yang mempunyai kedalaman imajinasi, keleluasaan hati, dan tidak mudah terprovokasi. Suatu kemubaziran sempurna dan pembodohan luar biasa ketika razia buku-buku sejarah dilakukan"

-- Najwa Shihab

Serdadu Serampangan
Wajah Pak Tua di sudut ruangan itu muram durja. Seketika buku-buku yang dijual di lapak kecilnya dirampas paksa oleh oknum TNI. Pak Tua keheranan, apa yang salah dari buku- buku ini sehingga diperlakukan sebegitu nistanya? Serdadu itu bilang, "Ini buku kiri pak, ini berbahaya. Kami amankan karena mengancam kedaulatan".

Ilustrasi diatas menggambarkan suasana mencekam razia buku yang terjadi di beberapa daerah Indonesia, seperti Padang, Kediri, dan Tarakan. Buku-buku tersebut dirazia karena berhaluan paham kiri, yang disinyalir mengajarkan paham komunisme-sosialisme. Kronik 65, Anak-anak Revolusi, Jas Merah, Mengincar Bung Besar, Benturan NU-PKI 1948-1965, dan bahkan buku Islam Sontoloyo karya Bung Karno adalah sejumlah judul yang dirampas paksa oleh tentara.

TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 melarang penyebaran ajaran atau ideologi komunisme. Aturan pemerintah tersebut sengaja dibuat sebagai akibat dari peristiwa G30 S/PKI tahun 1965 menjadi tragedi kelam dalam sejarah bangsa.

Sementara definisi komunisme itu sendiri sebenarnya adalah suatu paham anti-kapitalisme, dimana dalam penerapannya tidak mengakui kepemilikan akumulasi modal pada individu dan seluruh alat-alat produksi dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakya secara merata.

Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi penulis, apakah dengan membaca buku-buku kiri secara otomatis menjadikan kita menjadi komunis? Apakah dengan memenjarakan hak sipil dalam membaca buku melalui razia buku sudah menjadi langkah yang tepat dalam mencegah ideologi komunisme? Tentu jawabannya adalah tidak.

Razia Sesat Nalar dan Cacat Hukum
Ada yang menarik untuk ditelisik lebih dalam terkait razia buku yang dilakukan oknum TNI beberapa waktu lalu. Penulis berpendapat dalam penyitaan buku terdapat sesat nalar. Banyak buku yang disita ternyata tidak berhaluan paham kiri, tidak mengajarkan paham komunisme, dan bahkan beberapa diantaranya adalah murni buku-buku sejarah.

Buku yang berjudul Mengincar Bung Besar misalnya turut disita aparat, padahal peluncuran buku tersebut dihadiri oleh presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri. Menurut Bonnie Triyana selaku penulis, buku Mengincar Bung Besar murni tentang sejarah.

Buku tersebut berdasarkan hasil riset dan reportase mengenai upaya pembunuhan terhadap Bung Karno, tidak ada sama sekali keterkaitan dengan komunisme. Bonnie menampik dan geram terhadap aparat yang serampangan, ia menduga aparat hanya melihat sampul buku tanpa membaca isinya.

Yang tak kalah lucunya, penyitaan oleh aparat juga menimpa buku karya Abdul Mun'im DZ, Benturan NU-PKI 1948-1965. Memang ada kata 'PKI' pada judulnya. Namun, buku tersebut berisi gambaran tentang rumitnya konflik panjang antara NU dan PKI pada masa-masa itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline