Lihat ke Halaman Asli

Belva Irene Falahul B.

DIV Manajemen Keuangan Negara Poilteknik Keuangan Negara STAN 2022

Menelaah Ketentuan Perpajakan Barang Jastip

Diperbarui: 2 Februari 2024   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perkembangan teknologi yang berkembang pesat saat ini memudahkan seluruh lapisan masyarakat dalam menjalani kehidupan, termasuk kemudahan dalam melakukan jual beli. Dengan adanya teknologi, masyarakat dapat mengakses platform-platform jual beli online untuk membeli barang-barang yang mereka butuhkan. Beberapa orang memanfaatkan kondisi ini untuk membuka usaha jasa titip barang-barang dari luar negeri.

Jasa titip atau yang dikenal dengan singkatan jastip adalah suatu usaha dimana seseorang menawarkan diri untuk membelikan suatu barang untuk orang lain disertai biaya tambahan tertentu (fee). Jasa titip ini sering digunakan untuk membeli barang dari luar negeri yang sulit diakses oleh pembeli secara langsung. Barang-barang yang kerap dijastip, yakni makanan, pakaian, skincare, make up, merchandise grup band, dan sebagainya. Biasanya, pelaku jastip mempromosikan usahanya melalui media sosial, seperti Instagram, Tiktok, Twitter, dan lain-lain. Banyak masyarakat yang tertarik dengan usaha jastip karena profit yang didapat dari fee jastip ini cukup besar, bahkan dapat mencapai 15% dari harga barang tergantung tingkat kesulitan untuk mendapatkan barang tersebut.

Ketentuan Perpajakan Barang Jastip

Dalam hal jasa titip barang dari luar negeri, para pelaku usaha jastip perlu memperhatikan ketentuan perpajakannya. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor Dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang Dan Awak Sarana Pengangkut Pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa Barang impor bawaan Penumpang atau barang impor bawaan Awak Sarana Pengangkut terdiri atas:

a. barang pribadi Penumpang atau barang pribadi Awak Sarana Pengangkut yang dipergunakan/ dipakai untuk keperluan pribadi termasuk sisa perbekalan (personal use); dan/atau

b. barang impor yang dibawa oleh Penumpang atau barang impor yang dibawa oleh Awak Sarana Pengangkut selain barang pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf a (non-personal use).

Barang yang digunakan untuk keperluan pribadi (personal use) akan dibebaskan dari bea masuk dan/atau cukai dengan batasan nilai free on board (FOB) sebesar USD 500 per penumpang. Sementara itu, untuk barang yang bukan untuk keperluan pribadi (non-personal use) akan dikenakan tarif bea masuk umum dan nilai pabean akan ditetapkan berdasarkan total nilai pabean barang impor tersebut.

Barang jastip merupakan kategori barang non-personal use sehingga barang tersebut tidak mendapat pembebasan USD 500. Maka dari itu, barang jastip akan dikenakan bea masuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum atas keseluruhan nilai barang berdasarkan masing-masing jenis barang. Besaran tarif bea masuk yang berlaku normal atau umum (MFN) dapat dilihat pada situs web insw.go.id dalam menu INTR.

Di samping bea masuk, impor barang juga dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), meliputi PPh Pasal 22 impor, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

  • Tarif PPh Pasal 22 diatur dalam Lampiran I dan II PMK Nomor 34/PMK.010/2017. Barang jastip yang termasuk dalam Lampiran I dikenakan tarif PPh Pasal 22 sebesar 10% dengan atau tanpa API (Angka Pengenal Impor), sedangkan untuk barang jastip dalam Lampiran II, tarifnya adalah 7,5% dengan atau tanpa API. Namun, jika tidak memiliki NPWP, tarifnya akan dikenakan 100% lebih tinggi dari tarif biasa atau 2 kali lipat lebih besar.
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada penyerahan barang/jasa kena pajak di wilayah pabean. Menurut UU HPP, tarif PPN terbaru adalah sebesar 11%.
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan jika barang jastip termasuk barang mewah. Tarifnya berkisar antara 10% hingga 200% sesuai dengan Pasal 8 UU 42 Tahun 2009.

Pelaku usaha jastip juga memiliki kewajiban untuk melaporkan barang bawaannya dalam dokumen Customs Declaration (BC 2.2) atau menggunakan Electronic Customs Declaration (e-CD) dengan mengunjungi situs ecd.beacukai.go.id, lalu memberikan dokumen tersebut kepada petugas bea dan cukai saat tiba di Indonesia.

Kewajiban Perpajakan Pelaku Usaha Jastip

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline