Lihat ke Halaman Asli

Belsazar AbramNapitupulu

PETANI BERDASI MODERN NO KAMPUNGAN || hidup itu pilihan dan jangan menilai orang dari sampul saja

Kajian Pemanfaatan dan Pengolahan Eceng Gondok

Diperbarui: 8 Februari 2021   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) (Solms) merupakan tumbuhan air terbesar yang hidup mengapung bebas (floating plants) yang ditemukan pertama kali pada air tergenang di Daerah Aliran Sungai Amazon di Brasil pada tahun 1824 oleh Karl von Martius (Pieterse dalamDinges, 1982), diperkirakan pertama kali masuk ke Indonesia dan dipelihara di Kebun Raya Bogor pada tahun 1894. Namun karena pertumbuhannya yang sangat cepat, eceng gondok yang tadinya merupakan tanaman hias berbunga indah kemudian berubah menjadi tanaman pengganggu / gulma air (aquatic weeds)karena menimbulkan kerugian. 

Pada suatu bendungan (waduk) gulma air akan menimbulkan dampak negatif berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal yaitu mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi, memperbesar kehilangan air melalui proses evapotranspirasi, mempersulit transportasi perairan, menurunkan hasil perikanan. Pengolahan eceng gondok melalui teknologi pengomposan  menghasilkan produk berupa bahan organik yang lebih halus dan telah terdekomposisi sempurna. Program peningkatan produksi tanaman pangan dan hortikultura untuk memenuhi kebutuhan dan memenuhi swasembada pangan di Kabupaten Kutai Kartanegara terus dilakukan dengan berbagai cara dan usaha, baik secara traditional maupun modern.

 Peningkatan produksi pangan yang harus dicapai diharapkan selain dari segi kualitas juga dari segi kuantitas. Dalam kaitannya dengan hal ini, peran pemupukan sangat penting. Untuk meningkatkan kualitas produk, penggunaan pupuk organik sebagai substitusi pupuk kimia sangat diperlukan, karena produk yang dihasilkan bersifat organik dan bersifat ramah lingkungan. 

Dengan adanya upaya pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam menambah fungsi lahan untuk pengembangan tanaman pangan dan perkebunan, maka diharapkan beberapa permasalahan akan kelangkaan atau kekurangan pupuk dapat teratasi dengan pemanfaatan eceng gondok dan bahan organik lokal lainnya melalui penerapan teknologi pengomposan.Dampak negatif yang ditimbulkan apabila eceng gondok dibiarkan tumbuh tak terkendali adalah mengakibatkan  gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal, yakni menyebabkan pendangkalan, dimana air permukaan menjadi lebih sedikit volumenya karena naiknya dasar air. Hal ini disebabkan karena tanaman eceng gondok menyerap air yang sangat banyak. Kehilangan air terjadi melalui proses evapotranspirasi (proses hilangnya air melalui permukaan air dan tanaman). 

Berkurangnya volume air membawa dampak merugikan pada pengairan sawah, pembangkit listrik, maupun pemeliharaan ikan yang menggunakan karamba. Selain itu, melimpahnya eceng gondok akan menyumbat saluran irigasi. Apabila tidak ditangani secara serius dapat menyebabkan banjir, karena tanaman yang terseret air akan menumpuk di pintu air dan mentumbat aliran air. Akibat lain yang ditimbulkan adalah mempersukar transportasi perairan dan menurunkan nilai estetika kawasan perairan. Pesatnya pertumbuhan eceng gondok pada perairan yang tercemar (Nitrat dan Fosfat) dapat menyebabkan terjadinya pengeruhan air (eutrofikasi ).

Karena pertumbuhannya yang sangat cepat, eceng gondok dianggap sebagai tanaman pengganggu (gulma) yang menimbulkan banyak kerugian terhadap pemanfaatan perairan. Saat ini untuk mengendalikan pertumbuhan eceng gondok umumnya masih dilakukan dengan cara pembersihan dari perairan, dan selanjutnya dibuang ke lingkungan / daratan sekitar dan dibiarkan menjadi sampah. Namun dibalik itu ternyata eceng gondok memiliki peluang besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan penghasil berbagai macam produk yang menguntungkan. Salah satu alternative pemanfaatannya adalah eceng gondok sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik. Bahan organik sangat untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik fisik, kimia maupun biologi tanah. 

Bahan organik merupakan perekat butiran lepas atau bahan pemantap agregat, sebagai sumber hara tanaman dan sumber energi dari sebagian besar organisme tanah (Nurhayati, et.al, 1986). Bahan organik juga menjadikan fluktuasi suhu tanah lebih kecil. Bahan organik dapat membantu akar tanaman menembus tanah lebih dalam dan luas sehtanah lebih kokoh dan lebih mampu menyerap unsur hara dan air dalam jumlah banyak. 

Untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah diperlukan tambahan bahan organik ke dalam tanah antara lain pupuk organik yang terbuat dari eceng gondok. Pupuk organik tersebut dapat diaplikasikan sebagai media tumbuh persemaian, pembibitan dan pertumbuhan tanaman dalam wadah (polybag, pot, kaleng bekas, dsb). Selain itu pupuk organik dapat pula digunakan sebagai penyubur lahan yang mutlak diperlukan untuk menyuburkan kembali lahan – lahan pertanian yang telah mengalami penurunan kesuburan.  Selain sebagai pupuk organic, alternative lain dari pemanfaatan eceng gondok adalah sebagai bahan untuk membuat aneka macam kerajinan anyaman, seperti tas, mebel (furniture), tikar, sandal, bantal, keset, bingkai foto dan sebagainya. Eceng gondok juga berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan untuk mereduksi limbah cair industri misalnya pada pabrik tahu dan kecap.

 

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tanaman eceng gondok dapat merupakan gulma yang merugikan tetapi dalam jumlah besar mempunyai peluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan penghasil berbagai macam produk yang menguntungkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline