Masalah transportasi saat ini terlihat sangat dinamis. Terutama di kota-kota besar yang meliputi wilayah Jabodetabek. Salah satunya ialah Kota Tangerang. Transportasi merupakan salah satu penunjang dalam setiap kegiatan masyarakat untuk mendukung mobilisasi masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya perlu diterapkan sistem transportasi yang dapat mendukung segala kegiatan masyarakat guna memudahkan aktivitas masyarakat sehari-hari.
Apabila diuraikan mengenai permasalahan transportasi di Kota Tangerang, dapat dijabarkan sebagai berikut, pertama, moda transportasi di Kota Tangerang yang masih konvensional misalnya ojek online, angkutan kota, dan untuk Bus Rapid Transit (BRT) juga baru terdapat di beberapa koridor satu, dua, dan tiga. Kedua, permasalahan mengenai transportasi ini tidak hanya terbatas pada sistem transportasinya saja, melainkan juga terlihat dari perilaku masyarakat pengguna fasilitas transportasi. Hal ini sangat terlihat pada beberapa halte yang semakin berkurang fungsinya, akhirnya banyak masyarakat khususnya anak-anak remaja yang mencoret-coret halte tersebut hingga terlihat terbengkalai. Bukan hanya pada fasilitas haltenya saja yang semakin menurun, banyak sekali pengemudi ojek online yang menjadikan halte tersebut sebagai tempat pangkalan mereka, hal ini berdampak pada pengguna transportasi umum yang lain. Misalnya, apabila masyarakat penumpang Bus Tayo yang akan segera naik dari halte tersebut sering kali terhalang oleh motor-motor ojek online tersebut.
Permasalahan Bus Tayo ini juga dirasakan oleh beberapa penggunanya, seperti metode pembayaran berbasis digital. Pengguna bus ini bisa melakukan pembayaran tunai ketika penumpang tersebut akan turun dari bus, namun sayangnya banyak warga Kota Tangerang ini yang masih belum aware dengan hal tersebut. Kebiasaan buruk dari pengguna Bus Tayo ini sering terjadi saat tidak ada saldo atau kurang, dimana mereka seharusnya bisa membayar secara tunai, sangat disayangkan ada beberapa orang yang tidak membayar secara tunai maupun e wallet. Padahal jika dilihat dari Bus Tayo ini, moda transportasi dan keamanannya sudah sangat baik dan maksimal namun sayangnya dari pihak masyarakat pengguna Bus Tayo ini yang masih kurang menyadari bahwa mereka adalah pengguna transportasi publik. Paling tidak, sebagai pengguna transportasi publik tersebut minimal mereka membayar jasa driver dan juga sekedar menjaga kebersihan transportasi publik tersebut.
Dalam menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut, sebagai makhluk sosial kita juga harus percaya kepada waktu, bahwa manusia bisa berubah. Jika kesadaran terhadap pengguna transportasi umum sudah banyak digerakkan, maka akan terbentuk suatu atmosfer lingkungan pengguna transportasi umum di Kota Tangerang yang lebih baik lagi dan bahkan mungkin bisa lebih maju lagi dari Kota Jakarta yang sudah sepuluh tahun lebih awal daripada Kota Tangerang.
Di Kota Tangerang, bus rapid transitnya saja baru ada kurang lebih tiga tahun belakangan ini. Kita semua bisa tumbuh dan berkembang dengan teknologi, dengan sesuatu yang baru ini, di Kota Tangerang sebagai masyarakat kita harus terus berupaya untuk beradaptasi dengan tata cara, tata karma, dan norma yang baru dalam menggunakan transportasi umum.
Jika dilihat dari perilaku pengguna transportasi umum maupun pribadi di Kota Tangerang ini, dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Misalnya kelompok ibu-ibu, kelompok pekerja, dan kelompok anak sekolah. Dalam hal penggunaan transportasi yang pertama kelompok ibu-ibu ini mungkin cukup menjadi problem bagi pengguna transportasi umum lainnya, misalnya pada angkutan kota, kelompok ibu-ibu ini senang sekali berkelompok, bahkan sampai mengobrol dan hal ini sangat mengganggu pengguna yang lain, begitu pula anak-anak sekolah. Selain itu, dalam angkutan kota sering sekali terlihat penumpang yang membawa banyak barang (biasanya pedagang yang pulang dari berbelanja), hal ini juga sangat menggangu penumpang lain. Seharusnya, dari sisi pengemudi angkutan umum itu sendiri bisa dengan menawarkan penumpang tersebut untuk meletakkan barang bawaannya pada sisi atas angkot agar tidak mengganggu penumpang yang lain dengan mengkomunikasikan dengan supir dan pengguna yang lain (atau dengan mencharter angkutan kota tersebut.
Pada problematika angkutan kota tersebut, seharusnya ada aturan tersendiri mengenai maksimal beban barang bawaan penumpang. Mesti ada aturan yang ketat supaya moda transportasi umum tersebut dapat berjalan secara maksimal dan kondusif.
Selain itu, masih terdapat di Kota Tangerang daerah Kecamatan Karawaci, tepatnya di jalan raya yang berdekatan dengan Mall Shinta, kerap kali terlihat sekelompok masyarakat yang melanggar aturan lalu lintas, seperti menerobos rambu lalu lintas saat tidak ada polisi lalu lintas yang berjaga di pos polisi. Namun, sekelompok orang ini akan cenderung patuh dan tertib saat berkendara jika ada polisi lalu lintas yang berjaga di sana.
Problematika transportasi tersebut dapat dilihat dalam perspektif anomie. Anomie merupakan suatu kondisi dimana masyarakat tidak memberikan petunjuk moral kepada individu. Dalam hal ini, teori yang digunakan ialah teori anomie Emile Durkheim. Keadaan anomie ini digambarkan dalam bentuk pelanggaran lalu lintas, seperti menerobos rambu lalu lintas. Disini sangat terlihat budaya malu (menerobos) yang sudah tidak lagi dipedulikan oleh pengendara. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan mengenail berlalu lintas yang baik, memberikan pendidikan dalam berlalu lintas sejak usia dini serta memperketat razia bagi pihak yang berwenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H