Seorang Tokoh Perempuan Pejuang : Melihat Kilas Balik Perjuangan Politik dan Kepemimpinan Megawati Soekarnopoetri membangkitkan Partai Terpuruk!
"Perempuan tidak cocok memimpin." "Perempuan terlalu emosional untuk urusan politik." "Tempat perempuan adalah di dapur." Kalimat-kalimat ini begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia. Namun, sejarah telah membuktikan bahwa stereotip ini tidak lebih dari prasangka yang tak berdasar. Dari Cut Nyak Dien yang menghunus pedang melawan penjajah, Dewi Sartika yang memperjuangkan pendidikan perempuan, hingga R.A. Kartini yang membuka mata dunia tentang emansipasi, Indonesia tidak pernah kekurangan tokoh perempuan yang mampu memimpin dan mengubah sejarah.
Di era setelah mereka, nama Megawati Soekarnoputri menambah deretan panjang pemimpin perempuan yang mendobrak stereotip gender dalam kepemimpinan. Tahun 1996, saat banyak orang berpikir perempuan harus "tunduk" pada kekuasaan, ia justru berdiri tegak melawan rezim yang berkuasa. Ketika banyak yang meragukan kapasitas perempuan dalam memimpin organisasi besar, ia membuktikan kemampuannya menggalang dukungan massa yang luar biasa untuk PDI Perjuangan.
Bersanding dengan tokoh-tokoh perempuan dunia, kiprah Megawati menunjukkan bahwa Asia tidak asing dengan kepemimpinan perempuan. Mereka membuktikan bahwa ketegasan dan kebijaksanaan dalam memimpin tidak dimonopoli oleh gender tertentu.
Latar belakang
Megawati merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak tahun 1999 dan presiden Indonesia ke-4 juga merupakan Presiden wanita Indonesia pertama dan satu-satunya hingga saat ini. Lahir pada 23 Januari 1947 di Yogyakarta sebagai anak kedua dan putri sulung presiden pertama Indonesia, Soekarno. Pendidikan awalnya dihabiskan di Jakarta dan Yogyakarta. Dalam hidup masa mudanya, sebagai seorang anak dari Bapak Proklamasi, tentunya banyak yang menyorot terkait perjalanan hidupnya. Meskipun begitu, walau ia terlahir di keluarga terpandang, Megawati merupakan seorang pejuang keras yang pernah melalui sebuah perjuangan.
Pewaris Semangat Nasionalisme Soekarno
Kejatuhan Soekarno dari tampuk kekuasaan membawa masa-masa sulit bagi keluarganya. Meski begitu, situasi ini justru menjadi fondasi karakter Megawati, yang kelak terbukti dalam ketangguhannya menghadapi tekanan politik.
Awal karir sekaligus perjalanan Megawati adalah terjun ke dunia politik pada 1986 ketika bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Saat itu, PDI menghadapi krisis internal dan tekanan eksternal dari rezim Orde Baru yang otoriter. Bahkan saking terpuruknya PDI, partai ini menjadi posisi partai paling rendah popularitasnya di masa-masa intervensi tersebut sepanjang tahun 90-an. Megawati yang awalnya diragukan karena dianggap hanya mengandalkan nama besar ayahnya dan pandangan stereotip di masa itu, justru dapat menunjukkan keberanian dan integritas dalam menghadapi konflik internal partai.
Titik balik terjadi pada 1993, ketika Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Menghadirkan Ideologi yang pro kapital dan hak-hak manusia yang bertentangan dengan kekuasaan rezim. Mengetahui hal itu, tentunya pemerintah Orde Baru yang dipimpin Soeharto mencoba menyingkirkannya melalui intervensi politik, yang memuncak pada peristiwa Kudatuli (Kudeta Dua Puluh Tujuh Juli 1996). Kantor PDI diserang, dan Megawati dihalangi untuk memimpin partai. Upaya demi upaya dilakukan rezim Orde Baru seperti upaya delegitimasi dengan pencabutan pengakuan terhadap kepemimpinan Megawati, intimidasi terhadap kader simpatisan Megawati, pembatasan aktivitas politik dan sampai membagi dua kubu PDI antara kubu Megawati dan non-Megawati yang dipimpin Soejadi (ketum PDI sebelumnya). Pemerintah mengakui fraksi Soejadi sebagai Partai yang sah, sedangkan pihak Megawati tidak diakui pemerintah ketika kedua fraksi ingin mengikuti pemilihan legislatif tahun 1997. Dalam tekanan rezim yang kita semua tahu yang adalah masa-masa kelam untuk bertentangan dengan pihak pemeritah, namun Megawati masih bertahan dalam perjuangannya. Hingga berakhir pada tahun 1998.