Game Changer!
Masa pandemi tahun 2020-2021 mungkin akan dikenang sebagai salah tahun paling kelam dalam sejarah. Bagaimana tidak, di zaman milenial yang serba canggih ini, ternyata masih ada 'serangan' yang tak sanggup diselesaikan dalam hitungan bulan. Saking gencarnya serangan virus ini, seluruh dunia turut menjadi korbannya.
Dunia medis pun menjadi medan pertempuran yang paling menderita karena virus ini seolah menguji intelektualitas dan kesiapan para ahli medis menghadapi dinamisnya penyakit yang dalam kurun beberapa tahun terakhir juga terjadi meski tidak sedahsyat Covid-19.
Namun apa daya, manusia tetaplah manusia. Tak ada satu pun yang tak luput dari dinamisnya perubahan. Saking derasnya perubahan, apapun turut dirasakan oleh seluruh umat manusia. Sebut contohnya bagaimana media juga seperti mengalami dilema. Memilih untuk memperbarui berita justru seperti pisau bermata dua. Di satu sisi untuk memberi pengetahuan kepada pembaca atau penonton, tetapi di sisi lain juga menghantui manusia untuk menjadi cemas, khawatir, dan takut untuk keluar rumah, bahkan untuk bersentuhan atau bertutur sapa dengan orang lain. Interaksi dan komunikasi secara fisik pun menjadi langka dan tabu.
Tak hanya dunia media, dunia pendidikan juga merasakan kesedihan yang sama, bahkan menyimpan segudang cerita pilu belajar online. Tak ayal, kebiasaan tatap muka yang biasanya berlangsung di kelas terpaksa harus dibatalkan dan digantikan dengan dunia baru bernama kelas online. Game changer! Dunia harus berubah, guru harus berubah. Siswa pun turut berubah.
Namun pertanyaannya, apakah ini perubahan yang diinginkan? Sudahkah kita siap? Apakah perubahan yang diawali oleh kemunculan virus ini membawa kenyamanan dan kebahagiaan, baik bagi sekolah, guru, dan siswa? Sepertinya jawabannya adalah: kita tidak siap dan tidak nyaman. Kita menderita oleh hilangnya interaksi di kelas. Mungkin kalau bisa disimpulkan: masa - masa sekolah telah terenggut oleh dunia daring. Mungkin tidak bakal ada lagi kenangan atau memori manis yang dapat dikenang karena kita jenuh oleh pembelajaran yang membosankan dan melelahkan! Game changer!
Agent of change?
Meski berat, profesi guru adalah salah satu pekerjaan yang tetap dibutuhkan hingga akhir zaman. Persoalannya sekarang adalah apakah guru di Indonesia masih kuat untuk bertahan di tengah pandemi ini? Tak ada jaminan untuk guru mampu menggapai siswanya dari kelas online. Minimnya interaksi dan halangan-halangan teknis yang terjadi cukup meresahkan kemampuan guru untuk bertahan.
Guru senior dan guru junior pun seolah tak berarti. Di tengah pandemi ini, yang tersisa hanyalah titel guru. Segudang pengalaman mengajar di kelas (offline) bakal tak berarti karena semua sistem yang dipakai sangat jauh berbeda dengan apa yang telah dikuasai dahulu. Praktis, hanya dengan mengandalkan tekad dan kemauan untuk beradaptasi dengan sistem pendidikan yang baru adalah modal berharga yang wajib diyakini oleh guru untuk bertahan. Tak ada lagi embel-embel guru berpengalaman, guru yang telah merasakan asam garam dunia pendidikan.
Puluhan tahun pengalaman itu menjadi runtuh saat sistem pendidikan yang terpaksa dibawa ke ruang kelas bernama online. Kemampuan untuk berinteraksi dengan teknologi seperti internet dan platform pendidikan menjadi makanan utama yang mau tidak mau harus ditelan dan dicerna sembari beradaptasi pada layar dan kemampuan jari dan tangan untuk beralih pada tuts dan tetikus. Guru lama dan guru baru adalah sama, berada pada garis awal yang sama demi kepentingan bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai agent of changer, filsafah itu sepertinya tak berlaku lagi. Covid-19 telah mengambil alih agen itu. Ia yang memaksa guru untuk tak lagi pasif sebagai pemandu perubahan. Guru dituntut untuk berubah, sederas perubahan teknologi dan informasi yang mungkin saja lebih dikuasai oleh muridnya. Nah, dengan begitu, guru tak lantas lagi menjadi agent of changer, namun keduanya (guru dan siswa) adalah pelaku perubahan yang mau tidak mau harus bekerja sama untuk paling tidak bertahan dalam kualitas pendidikan yang diharapkan di masa depan meskipun harapan itu masih terbentur pada kekhawatiran akan berakhirnya pandemi ini. Tidak ada salahnya juga untuk bergandengan tangan menuju harapan yang sama meskipun harus merelakan perubahan untuk memaksa kita berubah secara kilat.