Lihat ke Halaman Asli

Nana Blasius

Seorang Nana

Pengetahuan Ilmiah: Benar Namun Keliru (Fallibility)

Diperbarui: 9 Desember 2023   05:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menyadari diri sebagai makhluk rasional, manusia mulai mempertanyakan segala sesuatu termasuk realitas dari segala yang ada. usaha manusia dalam menelaah kebenaran absolutselalu dipatahkan oleh beberapa hal salah satunya adalah keterbatasan kapasitas manusia. Bagaimanapun juga, manusia harus mengakui kelemahannya, bahwa kapasitasnya tidak mampu mengabstraksikan makna terdalam dari realitas tersebut. 

Kendatipun itu bisa, namun tidak memiliki bahasa yang pas atau cocok untuk mewacanakan apa yang dipahaminya. Maka dalam usahanya menggali sebuah pengetahuan ilmiah, tak sedikit pengetahuan ilmiah itu gagal atau keliru untuk mencapai realitas.

Adapun beberapa alasan mengapa pengetahuan ilmiah bisa keliru. Yang pertama, Peneliti tidak pernah merasa pasti dengan apa yang dicapainya. Hal ini terjadi karena yang menjadi Fokus utama penelitian ilmiah adalah verifikasi atas hipotesis, karena itu bersifat induktif. Karena prosesnya secara induktif, maka selalu tidak lengkap. Banyak data yang tidak terserap. 

Setiap hipotesis pada dasarnya tidak pasti, karenanya dirumuskan sebagai jawaban sementara. Falibilisme pengetahuan ilmiah juga bisa terjadi karena objek pengetahuan itu sendiri. Objek ilmu pengetahuan itu nyata, tetapi selalu berubah-ubah. 

Hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa alam kita juga selalu berubah. Falibilisme atau kesadaran bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah memiliki kebenaran mutlak didasarkan atas fakta bahwa alam selalu berkembang dan berubah-ubah. Selain itu realitas juga tidak berada dalam kondisi statis, melainkan selalu berevolusi. Itulah sebabnya mengapa pengetahuan ilmiah itu seringkali keliru dalam menyingkapi realitas.

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua realitas itu dapat diungkap kebenarannya. Tidak semua pengetahuan yang diuji secara ilmiah dapat sampai kepada realitas yang absolut. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, ada banyak hal dimana kebenarannya tidak dapat diuji secara ilmiah, seperti pengetahuan pra-ilmiah ( Menyanyi ke rumah pada saat pulang sekolah merupakan sesuatu yang terlarang karena dianggap tangisan atas kematian), atau contoh lain misalkan, posisi bayi dalam kandungan ibu ketika melahirkan lebih duluan kaki dari kepala maka bayinya pasti cacat atau tidak bertumbuh dengan baik. 

Kasus seperti ini sering kali menjadi polemik tersendiri dalam masyarakat. Walaupun telah dibuktikan secara ilmiah tapi pengetahuan ilmiah yang tadinya benar namun suatu waktu ternyata keliru. Maka solusi yang paling tepat untuk mengatasi kekeliruan tersebut adalah, manusia harus terbuka terhadap kompleksitas realitas dimana manusia tidak dapat secara mutlak mengabstraksikan realitas secara benar dan absolut. Manusia harus bersifat terbuka terhadap pengetahuan yang dimilikinya untuk menerima suatu kenyataan bahwa tidak ada sesuatu pun yang abadi. Semua hanyalah sementara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline