Lihat ke Halaman Asli

Allah adalah Kebenaran dan Kebahagiaan Sejati

Diperbarui: 29 April 2021   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Pengantar

Sejatinya, manusia merupakan mahluk yang selalu mendambakan dan merindukan apa yang disebut dengan kebenaran dan kebahagiaan. Siapakah yang dalam hidupnya tidak pernah mendambakan dan merindukan kebenaran dan kebahagiaan? Apa yang mendorong mereka mendambakan dan merindukan kebenaran dan kebahagiaan tersebut? Barangkali pernyataan dan pertanyaan semacam ini menjadi tolok ukur  bagi setiap orang untuk mengenal arti dan makna hidupnya. Apabila dikaji lebih mendalam kita tentu akan bertanya-tanya, kebenaran dan kebahagiaan seperti apakah yang dimaksudkan? Apakah kebenaran dan kebahagiaan itu.

Kata "kebenaran dan kebahagiaan" selalu merujuk pada kehidupan universal. Dua kata ini menjadi bagian yang urgen dalam kehidupan manusia. Dalam realita banyak orang mendefinisikan bahwa kebenaran ialah saat di mana manusia bertindak jujur, tidak berbuat kesalahan, tidak berdusta, tidak menipu, tidak berbohong, tidak bertopeng dan sebagainya. Singkat kata, kebenaran ialah itu yang konkret, itu yang riil, benar adanya. Kebahagiaan dalam perspektif sebagian orang ialah saat di mana keinginan dan kebutuhannya terpenuhi, misalnya ketika lulus ujian, sukses dalam pekerjaan dan sebagainya. Definisi semacam ini lebih bersifat duniawi. 

Apakah Pandangan atau persepsi yang demikian tidak benar?  Tentu jawabannya, jelas tidak salah. Akan tetapi, manusia kurang menyadari bahwa kebenaran dan kebagagiaan sesungguhnya bersifat absolut yang terdapat dalam diri satu Pribadi yakni Allah. Kebenaran Sejati merupakan "fundasi" yang mengantar manusia pada kebahagiaan sejati pula. Kebenaran dan kebahagiaan sejati mencapai puncaknya di dalam Dia Sang Kebenaran dan Kebahagiaan yang bersifat kekal abadi. Maka dalam tulisan sederhana ini saya akan menerangkan apa arti kebenaran dan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam korelasi antara hal yang bersifat duniawi dan surgawi.

2. Apa Itu Kebenaran

2.1. Kebenaran dalam konteks kehidupan 

Dalam ruang lingkup kehidupan manusia mendefinisikan arti kebenaran dari berbagai sudut pandang, berdasarkan apa yang dialam dan dipahaminya. Dengan demikian manusia dapat memahami dan memaknai apa itu kebenaran dalam realitas. Dalam bahasa  keseharian banyak orang  mengatakan bahwa benar berarti selaras dengan apa yang terdapat dalam realitas. Apabila tidak sesuai dengan realitas maka itu bukanlah sebuah kebenaran. Pandangan semacam ini berasal dari filsafat Aristoteles. Pemikiran Santo Agustinus pun demikian. Benar identik dengan sama, sebab, jikalau kita mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan realita, maka itu adalah sesuatu yang nihil, tak bermakna, tidak valid.

Benar dalam hal ini berarti sesuatu yang diakui secara universal, tidak dibuat-buat tetapi memiliki dasar sebagai tolok ukur sehingga manusia dapat mengatakan kebenaran itu berdasarkan realitas. Contoh konkretnya: Presiden RI saat ini adalah Ir. Joko Widodo. Kebenaran di sini terungkap jelas bahwa Joko Widodo benar-benar seorang presiden RI yang terpilih sebagai presiden periode kedua. 

Joko Widodo telah terpilih sebagai presiden RI untuk kedua kalinya. Masa pemerintahannya yang pertama berlaku dalam Periode 2015-2019, dan masa pemerintahannya yang kedua berlaku untuk periode 2019-2023. Benar dalam hal ini berarti tidak rekayasa, tidak ada penipuan, tidak bertopeng. apa yang diakui secara universal adalah sesuatu yang sesuai dengan realitas. Kebenaran (truth) memiliki multi makna, misalnya keadaan ketika terjadi kesesuaian dengan kenyataan. Sifatnya aktualitas. Kebenaran juga berarti suatu hal yang autentik, selaras dengan aslinya.

Di sisi lain kebenaran juga identik dengan kebaikan yang dilakukan manusia dalam hidupnya entah itu kebaikan yang bersifat personal maupun universal untuk mencapai suatu kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Kebaikan personal maupun universal ditandai dengan adanya subjek yang mengadakan dan objek yang menerima, merasakan kebaikan itu. Kebenaran setiap orang dimulai dari suatu relasi. Relasi mengantar setiap orang untuk mengenal Tuhan dan sesamanya dalam realitas. Mengenal berarti mau mencari tahu, mencintai dan menghormati orang lain.

3. Syarat-syarat untuk Menggapai Kebenaran 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline