1. Pengantar
Salah satu ungkapan menarik Descartes dikenal dengan istilah Cogito Ergo Sum: Aku Berpikir Maka Aku Ada. Ungkapan ini mau menunjukkan hakikat manusia dalam realitas. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang berpikir. Manusia yang berpikir adalah orang-orang yang mampu menunjukkan keberadaannya dalam realitas bahwa dia benar-benar ada, hidup, berpikir, berkesadaran, meragukan sesuatu dan memiliki kemampuan atau daya untuk berpikir, mengaplikasikan dirinya dengan situasi yang dihadapinya dalam realitas.
Menurut Descartes, pemikiran atau kesadaran tidak bisa dipisahkan dari diri seseorang. Hakikat manusia adalah pemikiran (res cogitans)."Benar, aku hanyalah mahluk yang berpikir... Makhluk yang bisa meragukan, mengamati, membenarkan, menolak, menginginkan, tidak menginginkan, berimajinasi, dan merasakan."
Dalam tulisan ini saya akan mencoba menggali dan menjelaskan pemikiran Descartes mengenai Cogito Ergo Sum, yang merujuk pada penjelasan mengenai siapa itu manusia, dan bagaimana hakekatnya dalam realitas.
2. Manusia dalam pandangan Descartes
2.1. Manusia Berjiwa dan Berbadan
Menurut Descartes, manusia terdiri dari dua substansi yang berbeda, yaitu jiwa dan badan. Dualisme Descartes ini mempersulitnya untuk menerangkan kesatuan jiwa dan badan sebagai satu pribadi, sebab menurutnya esensi dari badan adalah keluasan dan esensi dari jiwa adalah pikiran. Kesulitan selanjutnya adalah usaha untuk menerangkan gerakan badan dalam hubungannya dengan kegiatan mental. Sebab dua substansi tersebut merupakan dua hal yang sama sekali berbeda. Memang Descartes menjelaskan hubungan antara keduanya, tetapi dia sendiri merasa tidak puas dengan penjelasan itu. Perlu ditekankan lagi bahwa menurut Descartes pemikiran dan keluasan ini adalah dua substansi, yakni dua hal yang berdiri sendiri dan sama sekali tidak saling bergantung. Jiwa-Pemikiran tidak memiliki keluasan spasial (panjang, lebar, luas dan sebagainya), sedangkan Tubuh-keluasan tidak memiliki kemampuan berpikir. Dalam hal ini, Descartes dapat dikatakan menganut ajaran dualism tentang manusia.[3]
Menurutnya, jiwa manusia pastilah tidak sama dengan tubuhnya. Mengapa dikatakan demikian? Bagaimana menjelaskan letak perbedaan itu? Di dalam diri manusia, jiwa adalah satu dan tubuh merupakan hal lain. Jikalau tubuh mengalami kehancuran tetapi tidak sebaliknya dengan jiwa. Jiwa bersifat kekal, abadi. Jiwa tidak dapat tampak secara langsung dalam realitas atau secara indrawi, sedangkan tubuh dapat dilihat, diraba, dan sebagainya. Descartes meyakini bahwa jiwa mempunyai ide-ide bawaan (Innate Ideas), yaitu kesempurnaan, kesatuan, dan ketakberhinggaaan. Dari mana asalnya ide-ide bawaan dalam jiwa manusia? Descartes meyakini bahwa Allah-lah yang mengadakan ide-ide bawaan tentang kesempurnaan dalam jiwa manusia.
2.2. Hubungan Jiwa dan Badan
Descartes dalam bukunya telah menjelaskan bahwa manusia itu terdiri dari dua substansi, yakni jiwa dan materi atau badan jasmaniah. Kemudian ia membuat distingsi antara manusia dan hewan dari segi akal budi, yang tidak lain daripada jiwa itu sendiri. Setiap manusia apa pun bentuk atau wujudnya tetap memiliki kebebasan yang bertolak dari jiwa itu sendiri. Dalam realitas yang sama, jikalau kita melihat hewan, ia juga memiliki perilaku manual, otomatis, sebab ia tidak memiliki jiwa sebagai kodratnya, melainkan hanya memiliki tubuh sebagaimana yang terdapat dalam manusia.
Dia menekankan pentingnya mengendalikan hasrat-hasrat dalam badan kita, sehingga jiwa semakin menguasai tingkah-laku kita. Dengan cara itu manusia memiliki kebebasan spiritual. Hasrat atau nafsu dimengerti sebagai keadaan pasif dari jiwa. Dalam pandangan Descartes ada enam nafsu pokok dalam diri manusia, yaitu, cinta, kebencian, kekaguman , gairah, kegembiraan, dan kesedihan. Menurutnya jikalau manusia mampu mengendalikan ke enam hal ini maka ia akan bebas, sebab kebebasannya dituntun berdasarkan penyelenggaraan Allah.