Gara-gara mencari dan mengambil cacing untuk obat di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangarango, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Didin terancam hukuman 10 tahun penjara.
Didin mendapatkan permintaan mencari cacing sonari untuk pengobatan.
Didin pun menyanggupinya dan mencari cacing sonari yang tidak masuk dalam hewan dilindungi itu di kawasan taman nasional karena keberadaanya tidak di dalam tanah melainkan di atas pepohonan, sehingga tidak sulit untuk mencarinya.
Cacing sonari berbeda dengan cacing tanah biasa, cacing tanah sonari berada di permukaan tanah, sehingga tidak merusak alam apalagi sampai penebangan pohon.
Namun penyidik tetap mengenakan pasal 78 atas (5) dan atau ayat (12) jo Pasal 50 ayat (3) huruf R dan huruf M, Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Permasalahan tersebut tidak adil jika pencuri cacing di hukum 10 tahun penjara sedangkan koruptor di hukum kurang dari 10 tahun serta mendapatkan perlakuan khusus. Didin masyarakat biasa yang mencari cacing di kawasan tersebut. Pengacara didin menyebutkan tidak ada sosialisasi dari pihak TNGGP soal larangan pengambilan cacing sonari yang dipersoalkan.
Menurut saya, solusinya yaitu kasus tersebut hendaknya diberikan perlakuan yang sewajarnya sesuai dengan hukum yang berlaku serta diberikan keringan.
Cacing tersebut bukan yang dilindungi dan juga didin merasa belum pernah mendapatkan sosialisasi dari dinas terkait mengenai larangan pengambilan cacing tersebut.
Harus adanya pertimbangan dalam penegakan hukum. Penengakan hukum tidak hanya di tegakkan untuk masyarakat biasa tetpai juga harus adil untuk semua kalangan.
Sekarang kita bisa melihat bahwa hukum "tajam ke bawah tumpul ke atas". Jadi, supremasi hukum (rule of law) harus di laksanakan sesuai dengan tufoksinya serta tidak melenceng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H