Kapan. Ini kata, penuh tanda tanya dari cucu saya, Julo'u, kelas empat SD, umur sembilan tahun, tadi pagi, Rabu, 1 Juni 2022, di rumah, Kupang, Timor, Nusa Tenggara Timur. Cucu laki-laki ini tanam anakan advokat. (Persea americana). Tanam di depan rumah, tinggi baru sekitar lima puluh cm. Mula-mula dia bertanya, 'Opa, kapan avokat ini berbuah?' Kujawab, 'Julo'u, kira-kira dua puluh tahun lagi'. Ember yang dia jinjing berisi air siraman, dia lepas, letakkan di tanah, lalu berseru, 'Opa, begitu lama? Nanti Julo'u umur berapa? Kenapa tunggu begitu lama?' Kujelaskan, 'Julo'u, bulan lalu kita makan buah avokat ini, lalu kamu semaikan, tumbuh dan kamu tanam di sini. Buah itu hasil dari pohon di kampung, yang umurnya sudah dua puluh tahun lebih. Orang petik, jual, kita beli dan kita makan'.
Dia berpikir banyak dan lanjutkan penyiraman untuk pohon yang akan dia petik hasilnya dua puluh tahun mendatang. Kapan!
Hidup ini jawaban atas pertanyaan 'kapan' tentang masa lampau dan 'kapan' masa depan. Kini kita jalani. Kapan saya lahir? Masa lalu. Kapan cucuku besar? Masa nanti. Tarikan antara dua 'kapan' ini membuat hidup itu menggeliat, meliuk maju. Kapan di masa lalu ada yang kita syukuri ada yang kita sesali. Kapan di masa mendatang, kita bayangkan, kita rancang. Bagaimana persisnya, sulit diramalkan, tepat seperti yang kita idamkan atau gagal terjadi, tanda tanya.
Kita hidup ini jalan di lembah. Di depan kita ada gunung. Di sebelah gunung ada apa, kapan sampai, kita hanya rencana dan harap. Saya, anda, dia, kita, dilengkapi oleh Sang PENCIPTA dengan empat alat sebagai bahagian dalam diri kita untuk mengontrol jalan kita menuju titik tujuan di sebelah gunung. Empat alat itu ialah: Nafsu untuk memacu keinginan, Nalar untuk menakar rencana, Naluri untuk menjalani rencana dan Nurani untuk menimbang rencana. (4N, Kwadran Bele, 2011). Kapan sampai, kapan terjadi, tidak pasti.
Tanaman avokat yang ditanam dan disiram Julo'u, kapan besar, kapan berbuah, hanya bisa diharap itu terjadi dan tidak ada kepastian. Bisa terjadi bahwa gagal tumbuh selanjutnya, atau jadi pohon tapi tumbang selagi muda, dan lebih jelek lagi kalau benar berbuah tapi gagal panen karena berbagai gangguan hama.
Kapan sampai, kapan terjadi, itu di luar kemampuan kita. Ada yang berdiri di atas puncak gunung, dia lihat dua sisi, dan dia tahu arah mana yang kita tuju. Jalannya masih jauh, berliku dan penuh tantangan. Tapi kita diingatkan oleh Dia, jangan takut, AKU ADA. DIA itu TUHAN.
'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H