Lihat ke Halaman Asli

Anton Bele

PENULIS

Balik

Diperbarui: 1 Januari 2022   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Balik. Bolak-balik. Buang waktu dan tenaga. Jalan  satu kilometer  baru balik berarti jalan tiga kilometer. Pergi satu kilometer, balik satu kilometer, pergi lagi satu kilometer. Hidup ini sering begitu. Kelalaian, kesalahan sama dengan jalan balik. 

Bolak-balik. Hidup ini jalan dan berjalan. Kita sudah diberi jalan dan kemampuan untuk berjalan oleh PENCIPTA dan jalan ikut saja jalan itu.  Pasti sampai ke tujuan. Kita salah jalan, balik lagi ke jalan yang benar. 

Saling ajak ke arah yang salah, balik lagi. Ini yang sering disebut salah jalan atau sesat di jalan. Padahal jalan hidup ini lurus, mulus, rata, tidak berliku-liku. Kita sendiri yang buat lekak-lekuk.  

Aneh kalau TUHAN buat jalan bagi kita, kekasih ciptaan-Nya untuk jalan asal jalan, belok-belok untuk melelahkan, pasang arah yang salah agar tersesat. Tidak. Tidak mungkin TUHAN berbuat begitu. Lalu?

Nafsu kita diberi TUHAN untuk selalu ingin berjalan di jalan yang lurus itu. Makan supaya kenyang, sehat, hidup. Makan liwat batas, inilah  jalan lewat arah yang salah. Sakit dan perawatan, itulah bolak-balik. 

Nalar kita diberi cerah secerah siang terang, tapi kita sengaja tutup mata, pilih pengetahuan dan pengalaman yang mengelirukan diri dan sesama. Salah arah. 

Naluri kita diberi TUHAN untuk jalan bersama sesama, bantu-membantu, tolong-menolong seumpama jadi ke arah tujuan hidup yang bermanfaat. Sering sendiri pilih sesama yang salah, saling mengajak ke arah yang salah, menyimpang jauh, kalau sadar baru balik.

Nurani kita diberi TUHAN untuk menyadari bahwa jalan di jalan itu tidak sendirian, tetapi didampingi oleh begitu banyak penolong, roh-roh baik  yang juga disebut Malaikat. Kesadaran ini ada dalam Nurani. 

Tapi kalau Nurani tidak diindahkan lagi bisikannya, maka pasti jalan ke arah yang salah malah berlawanan dengan arah yang dituju.  (4N, Kwadran Bele 2011).

Balik di jalan karena '4N' ini tidak dimanfaatkan sesuai tujuannya. Bolak-balik. Keletihan yang dicari sendiri. Syukur kalau tidak tersesat. TUHAN, PENCIPTA kita sudah tetapkan jalan, atur arah, tuntun kita. Jalan tetap ke arah yang itu. TUHAN di sana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline