Lihat ke Halaman Asli

Anton Bele

PENULIS

Hidup dari Sudut Filsafat (13)

Diperbarui: 26 Februari 2021   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup itu luas. Dunia luas tapi hidup lebih luas. Karena hidup itu begitu luas maka betapa pun luasnya alam dunia ini tetap dapat ditampung oleh hidup. Hidup tampung alam, alam tampung hidup. Saling tampung. Tapi hidup tetap lebih luas dan hidup memanfaatkan alam untuk hidup.

Hidup yang ada dalam tumbuhan dan hewan diadakan untuk keberlangsungan hidup yang ada dalam manusia. Jadi hidup dalam manusia lebih luas dari semua hidup yang lain dalam alam ini. Mengapa demikian? Karena TUHAN lengkapi hidup dalam diri manusia itu dengan 4N: Nafsu+Nalar+Naluri+Nurani. (4N, Kwadran Bele, 2011). Maka hidup yang luas merangkul hidup yang lain di luar diri manusia. Hidup menghidupkan bukan mematikan.

Hidup itu luas menggenggam bola bumi dalam dirinya. Manusia yang kecil menampung hidup yang begitu luas dalam dirinya sehingga dapat menjelajah semua benua hanya dalam sekejap. Saya, anda, dia, kita biar berjauhan, satu di Eropa, satu di Amerika, satu di Afrika satu lagi di kutub Utara, dapat saling menyapa lewat empat unsur: nafsu berkenalan dapat mendorong kita untuk memakai berbagai media untuk saling kontak.

Nalar yang luas dapat membayangkan keberadaan masing-masing kita di mana pun saja. Naluri yang luas menyatakan rasa suka atau duka kepada siapa pun saja di mana pun di belahan dunia ini. Nurani kita yang luas mampu menampung kesusahan jutaan orang dalam doa kepada YANG MAHA AGUNG.

Hidup yang luas itu tidak boleh disalah-gunakan. Nafsu harus jeli untuk menampung mana yang berguna mana yang tidak berguna. Nalar harus cerdas untuk menelusuri pengetahuan baru yang menambah luasnya wawasan bukan mempersempit pengetahuan dan pengalaman.

Naluri harus semakin luwes untuk merangkul sesama dalam suka maupun duka. Nurani harus diarahkan untuk merenungkan dan mensyukuri anugerah hidup yang dihidupi oleh sesama tanpa membedakan asal-usul atau kaya-miskin.

Diri pribadi kita manusia membentangkan sayap kehidupan merengkuh udara dengan penuh rasa syukur sambil terbang ke arah Sang Pemberi Kehidupan, Asal dan Tujuan kehidupan dan akhirnya hinggap di Telapak Tangan-Nya yang terbuka lebar setiap saat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline