Lihat ke Halaman Asli

Anton Bele

PENULIS

Terima dari Sudut Filsafat

Diperbarui: 1 Agustus 2020   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Terima apa? Dari siapa? Itulah pertanyaan saya kepada kawan yang pagi-pagi sudah bertanya pada saya, 'Sudah terima?' Ternyata pertanyaan ini gurauan iseng untuk mengganggu saya dan dia menjawab dengan serentetan tantangan, 'Teman suka berfilsafat tentang istilah yang biasa-biasa lalu uraikan aneh-aneh. Pagi ini saya minta coba uraikan kata 'terima' dari sudut fisafat sebab saya juga turut terpengaruh oleh kamu, jangan sampai kata 'terima' ini juga ada filsafatnya'. Ini gurauan saya dengan teman imaginatif sesudah tersadar pagi hari bahwa pagi ini saya 'terima' sinar mentari pagi yang semalaman hilang entah ke mana diganti rembulan yang bersinar lembut di lazuardi semalam suntuk.

Terima segala macam berlimpah-limpah secara gratis lagi. Itulah manusia. Tidak saya sadari bahwa istirahat semalam itu saya terima dari DIA. Langsung saya sujud menyembah dan bergumam di kasur sambil tersungkur membugkuk dalam, 'TUHAN, terimakasih. DIKAU sudah beri saya sekeluarga, istirahat yang tenang semalam, kami terima penjagaanMU. Syukur, terpujilah DIKAU untuk selama-lamanya. Amin'.

 Nafas kita terima, udara kita terima, alam kita terima, kehidupan kita terima. Dan itu semua cuma-cuma, gratis. Pantas kata 'gtatia', dipakai oleh orang Latin untuk kata 'rahmat' yang datang dari DIA tanpa kita minta, gratis. Kita tahu terima saja. Benar, tidak ada satu orang pun yang bisa buat satu biji jagung pun. Tanam bisa, tapi buat satu biji untuk bisa tumbuh? Tidak bisa. Itu hanya DIA Yang bisa buat dan itulah salah satu contoh 'rahmat', satu biji jagung yang kita terima lalu berkembang dan jadi makanan sehari-hari untuk kebanyakan orang di Timor.  Makanan itu kita terima dari DIA untuk penuhi NAFSU lapar. Kita diberi NALAR untuk tanam, panen dan olah jagung untuk direbus jadi makanan dan siap dimakan. Manusia rasa puas kalau dimakan bersama dengan manusia lain. Inilah NALURI. Sesudah terima jagung yang diolah sampai siap dihidangkan dan dimakan, manusia merasa laparnya teratasi dan saat itu manusia sadar bahwa proses yang panjang ini ia terima dari DIA sehingga rasa syukur pada PEMBERI itu dipercaya sebagai Iman yang mendorong manusia untuk percaya dan bersujud syukur pada DIA  karena semuanya itu manusia terima dari DIA. Inilah karya NURANI. 

Jadi dalam proses terima ini, ternyata ada yang beri, dan Yang beri itu adalah DIA Yang patut terima balik dari kita manusia, bukan hadiah dalam bentuk kurban rupa-rupa, tapi dalam bentuk karya KASIH pada DIA melalui kasih kepada sesama. Kita terima segala sesuatu dari DIA untuk penuhi NAFSU alamiah kita. Terima dengan pertimbangan akal sehat, NALAR. Kalau makan jagung mentah, perut sakit. Diolah dulu sampai jadi nasi jagung. Makan sendiri itu rakus. Makan bersama. Ini NALURI. Sebelum dan sesudah makan apa yang kita terima dari DIA, angkat hati puji DIA dan DIA pasti terima itu demi keselamatan kita dan sesama kita. Ini rangkaian karya 4 N, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI (Kwadran Bele, 2011). Terima berlimpah, jangan kikir untuk berbagi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline