Lihat ke Halaman Asli

Langit Laut

Diperbarui: 6 Januari 2025   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku adalah Langit,
Katamu tanpa jeda.
Biru di siang, kelam di malam, tak tergapai tangan manusia.
Namun aku membalas:
Aku Laut, biru yang lebih dalam, gelap tanpa ujung, dan selalu menyentuh dasar.

Lalu kau bertanya,
Tapi apa gunamu, Laut? Selalu gelisah dalam pasang dan surut.
Aku tersenyum getir,
Tanpaku, siapa yang mencerminkan wajahmu, Langit? Siapa yang membawa alirmu kembali ke bumi?

Kau hanya bayanganku, pantulan tak sempurna,
ujarmu, keras tapi ragu.
Aku cahaya siang, aku pelipur malam, aku di atas segalanya.
Namun aku berkata,
Tanpa aku, kau tak lebih dari kehampaan yang sunyi.

Kita berbeda, katamu lagi,
Tak ada ujung yang menyentuh awal.
Aku menjawab lembut,
Tapi lihatlah horizon itu, Langit. Di sanalah aku dan kau bersatu.

Langit terdiam.
Ia tahu---bahkan yang bertolak belakang
butuh menyapa, butuh mengerti.
Laut mengalun.
Ia paham---bahkan yang terlihat tak tergapai
tetap berbagi, tetap melengkapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline