Lihat ke Halaman Asli

Kereta Terakhir Menuju Jodoh

Diperbarui: 22 Oktober 2024   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com


Kereta api malam dari Bandung menuju Yogyakarta selalu penuh. Bagi Lintang, ini adalah perjalanan yang tak terlalu istimewa---atau setidaknya begitu pikirnya. Di stasiun, dia bergegas mencari tempat duduk, berharap bisa memejamkan mata sepanjang perjalanan.

"Nomor kursinya sebelah mana, Mbak?" tanya petugas stasiun.

"18A, Pak. Dekat jendela," jawab Lintang dengan cepat.

Lintang duduk di kursinya, melepaskan jaket, dan bersiap untuk tidur. Tapi, tidak lama kemudian seorang lelaki muda duduk di kursi sebelahnya. Dia tampak ramah dan berusaha membuka percakapan.

"Permisi, Mbak. Maaf ganggu. Nama saya Galih," sapanya dengan senyum lebar.

Lintang hanya menoleh sejenak dan mengangguk. "Lintang."

Setelah itu, dia kembali fokus ke teleponnya. Namun, Galih tampak tak menyerah. Ia mulai berbicara soal perjalanan, cuaca, dan hal-hal kecil lainnya.

"Saya baru pertama kali naik kereta malam. Biasanya naik pesawat, tapi kali ini pengen pengalaman baru," kata Galih dengan semangat. 

Lintang melirik ke arah Galih. "Oh ya? Saya malah sering naik kereta. Kereta malam itu biasanya enak buat tidur, tenang dan nyaman."

"Bener juga sih, Mbak. Tapi, kayaknya malam ini lebih menarik karena ada yang nemenin ngobrol," canda Galih sambil tersenyum. 

Lintang ingin tersenyum tapi menahan diri. Dia sudah sering bertemu orang asing yang mencoba memulai percakapan di perjalanan seperti ini. Namun, ada sesuatu dari Galih yang berbeda, seolah dia tidak hanya sekadar basa-basi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline