Lihat ke Halaman Asli

Eksklusi Sosial di Kalangan Guru: Perundungan Terselubung dalam Bentuk Pengucilan

Diperbarui: 19 Oktober 2024   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/photos/one-against-all-all-against-one-1744086/


Perundungan di lingkungan kerja sering kali diasosiasikan dengan tindakan verbal seperti celaan, hinaan, atau komentar kasar yang terbuka. Namun, ada bentuk perundungan lain yang lebih halus dan sulit dikenali, yakni pengucilan atau eksklusi sosial. Di kalangan guru, pengucilan bisa menjadi masalah serius yang sering kali tidak dianggap sebagai bentuk perundungan, padahal dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis dan profesional seseorang sama merusaknya. 

Pengucilan: Perundungan yang Terselubung

Perundungan tidak melulu soal kekerasan verbal atau fisik; pengucilan atau eksklusi sosial juga termasuk bentuk perundungan. Dalam lingkungan sekolah, pengucilan bisa terjadi saat seorang guru tidak dilibatkan dalam kegiatan profesional atau sosial, baik secara eksplisit maupun implisit. Misalnya, ada guru yang sengaja tidak diajak untuk berpartisipasi dalam rapat-rapat penting, diskusi akademik, atau kegiatan sosial sekolah. Bisa juga terjadi ketika kolega sengaja mengabaikan usulan dan pendapat seorang guru dalam rapat, atau tidak memberikan dukungan yang sama seperti yang diberikan kepada guru lainnya.

Eksklusi sosial ini sering kali terjadi secara terselubung dan dianggap sebagai hal yang sepele. Banyak pihak melihatnya sebagai bentuk dinamika kelompok yang wajar atau sekadar perbedaan karakter antarguru. Padahal, pengucilan ini bisa merusak kepercayaan diri, menghambat karier, dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat.

Data tentang Perundungan di Tempat Kerja

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Workplace Bullying Institute (WBI) pada tahun 2021, sekitar 30% karyawan di berbagai bidang pernah mengalami perundungan di tempat kerja, dengan 19% dari mereka mengaku menjadi korban pengucilan sosial. Sementara itu, survei yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hampir 25% guru di seluruh dunia pernah merasakan bentuk pengucilan di tempat kerja, baik dari kolega maupun atasan. Data ini menggambarkan betapa umum dan seriusnya permasalahan pengucilan di tempat kerja, termasuk di lingkungan pendidikan.

Bentuk-Bentuk Eksklusi Sosial di Sekolah

Pengucilan di tempat kerja bagi guru bisa beragam bentuknya. Berikut beberapa bentuk pengucilan yang sering ditemui:

1. Tidak Diikutsertakan dalam Kegiatan Profesional
Seorang guru bisa saja tidak dilibatkan dalam rapat penting atau diskusi akademik yang berkaitan dengan program sekolah. Ini bisa membuat guru merasa diabaikan dan tidak dihargai kontribusinya.
   
2. Diabaikan dalam Interaksi Sosial 
Dalam lingkungan sekolah, ada kalanya guru tidak dilibatkan dalam percakapan informal atau kegiatan sosial yang dilakukan oleh kelompok guru lain. Ini bisa menciptakan rasa keterasingan, terutama jika hal tersebut terjadi secara berulang.

3. Marginalisasi dalam Pengambilan Keputusan
Seorang guru yang kerap diabaikan pendapatnya dalam rapat atau diskusi profesional juga bisa merasakan bentuk pengucilan. Usulan atau ide-idenya tidak mendapat perhatian yang layak, seolah-olah suaranya tidak penting.

4. Diskriminasi Informasi
Pengucilan bisa juga terjadi dalam bentuk diskriminasi akses informasi, misalnya tidak diberi tahu tentang perubahan penting atau keputusan strategis yang diambil oleh manajemen sekolah, sehingga menghambat guru tersebut dalam menjalankan tugasnya dengan optimal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline