Lihat ke Halaman Asli

Pasar Kenangan

Diperbarui: 19 Agustus 2024   04:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest.Alique Xho

Ayu mengerutkan dahi saat melihat pesan dari neneknya, yang masuk di WhatsApp. Di foto yang dikirimkan, neneknya berdiri di depan sebuah pasar tradisional dengan papan nama "Pasar Beringharjo" yang legendaris di Yogyakarta. Neneknya memegang keranjang anyaman yang biasa dipakainya untuk berbelanja. Di foto itu, sang nenek tampak tersenyum lebar, seolah sangat bangga berdiri di sana.

*“Ayu, temani Nenek ke pasar ini ya? Besok pagi kita berangkat. Nenek kangen ke sini.”*

Ayu menghela napas panjang. Dia baru saja selesai dengan pemotretan untuk konten Instagram-nya di sebuah kafe kekinian yang baru buka di kawasan Malioboro. Kafe itu begitu instagramable, dengan dekorasi modern dan pencahayaan sempurna. Ayu bisa membayangkan betapa fotonya di sana akan langsung mendatangkan ribuan 'likes'.

Tapi pasar tradisional? Ayu bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana tempat seperti itu bisa dijadikan latar foto yang menarik. Terlalu berantakan dan sangat tidak cocok dengan estetika feed Instagram-nya.

*“Nek, Ayu sibuk banget nih. Banyak kerjaan. Lagian, pasar kayak gitu kurang bagus buat dijadiin spot foto. Ayu bisa anter Nenek ke tempat lain aja yang lebih keren, gimana?”* balas Ayu.

Tak lama, ponsel Ayu bergetar lagi. Kali ini bukan pesan teks, tapi panggilan video dari neneknya. Dengan setengah hati, Ayu menjawab panggilan itu.

“Nenek ngerti kok, kamu sibuk. Tapi, kenapa kamu bilang pasar ini kurang bagus buat foto? Kamu tahu nggak, dulu Nenek sering ke sini sama almarhum kakekmu. Di pasar ini ada banyak kenangan indah kami,” jawab neneknya dengan suara lembut tapi tegas.

Ayu terdiam. Dia ingat betul cerita tentang kakeknya yang begitu disayangi nenek. Bagaimana kakek dan nenek dulu sering berbelanja di Pasar Beringharjo, membeli jajanan tradisional, dan menikmati waktu bersama di kota yang penuh kenangan itu.

“Nek, Ayu cuma pikir, pasar itu semrawut, nggak cocok buat foto-foto yang bagus,” kilah Ayu lagi, meski di dalam hatinya mulai muncul sedikit rasa bersalah.

“Pasar ini lebih dari sekadar tempat jualan, Yu. Ini bagian dari budaya kita, bagian dari sejarah keluarga kita. Kamu nggak mau lihat, ya? Mungkin kalau kamu ke sini, kamu akan ngerti kenapa pasar ini begitu spesial buat Nenek,” ujar neneknya lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline