Lihat ke Halaman Asli

Maaf, Bunda Tak Sempurna

Diperbarui: 4 Agustus 2024   17:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

"Bunda jahat! Kakak benci Bunda!" jerit Kirana sambil berlari ke kamar, membanting pintu sekeras mungkin. Debuman itu bagai palu godam meremukkan hati Tari. Ia terduduk lemas di sofa, air mata mengalir deras bak sungai meluap.

"Lagi-lagi, Kirana jadi korban ledakan emosiku," isaknya dalam hati. Bayangan wajah mungil Kirana yang penuh luka terpatri dalam benaknya. Tari merasa menjadi monster yang tak pantas menyandang gelar ibu.


Seminggu sebelumnya, Tari masih merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia. Ia baru saja melahirkan anak kedua, seorang putra yang sehat dan tampan. Kebahagiaan Tari seolah sempurna. Namun, seiring berjalannya waktu, badai emosi mulai menerjang. Tari merasa lelah luar biasa, emosinya labil bak roller coaster. Ia mudah tersinggung, marah, dan menangis tanpa sebab.

"Kenapa aku begini? Apa aku tidak bersyukur?" batinnya berkecamuk. Tari berusaha keras menyembunyikan gejolak emosinya dari suami dan anak-anaknya. Ia tak ingin merusak kebahagiaan mereka. Namun, semakin ia berusaha menekan, semakin besar ledakannya.


"Kirana, cepat makan! Jangan berantakan!" bentak Tari suatu pagi. Kirana yang baru berusia dua tahun ketakutan melihat wajah Bunda yang merah padam. Nasi berserakan di lantai, Kirana menangis tersedu-sedu.

"Maaf, Bunda," lirihnya sambil terisak. Tari merasa hatinya teriris, namun ia tak mampu mengendalikan amarahnya.

Konflik pun tak terelakkan. Suaminya, Rian, mulai merasa ada yang tidak beres dengan Tari. Ia mencoba mengajak bicara, namun Tari selalu menghindar. Rian merasa istrinya semakin menjauh, bagai kapal yang terombang-ambing di tengah lautan badai.


"Ada apa denganmu, Tari? Kau berubah," tanya Rian suatu malam. Tari hanya diam, air mata mengalir deras. Ia merasa tak mampu menjelaskan apa yang terjadi padanya.

"Aku lelah, Rian. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku," isaknya. Rian memeluk Tari erat, berusaha menenangkannya. Namun, ia tak tahu bahwa istrinya sedang tenggelam dalam lautan emosi yang disebut baby blues.

Puncak konflik terjadi saat Kirana demam tinggi. Tari panik dan menyalahkan dirinya sendiri. Ia merasa gagal menjadi ibu yang baik. Rian berusaha menenangkan Tari, namun emosinya sudah memuncak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline