Lihat ke Halaman Asli

Ngelem

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignnone" width="432" caption="gambar dari google"][/caption] "Bawa gak?" Dhani mengangguk. Memperlihatkan kaleng kecil dari balik baju. Mengangkat kelopak matanya.Tersenyum. "Bagus." tukas Aris menepuk dada temannya. Sambil berjalan Aris menaruh tangannya di leher Dhani. Menarik erat tubuh temannya itu ke pelukannya karena senang melihat kaleng kecil tadi. Dhani merasa tidak nyaman dan mendorong tubuh Aris. "Ribet, ah. Kaya homo aja!" Dua bocah itu tertawa lepas. Kemudian mempercepat langkahnya. Malam itu tangga penyeberangan sepi. Hanya pengemis tua tertidur mencangkung dengan wajah ditutup topi lusuh di pojokan. Gelas plastik bening bekas air mineral di depannya terisi dua lembar ribuan dan beberapa logam limaratusan. Dhani melihat ke belakang, kosong tidak ada orang. Aris tahu apa yang dipikiran Dhani. Langkah dibuat pelan, berjinjit. Keduanya saling melempar senyum. Dhani menunduk dan tangannya mengambil dua lembar uang dari gelas itu tanpa diketahui pemiliknya. "Lumayan," bisik Dhani setelah kakinya menyentuh trotoar. "Gila lu." Jawab Aris menoyor kepala temannya. "Gila mana sama yang kemaren makan di warteg, terus pas yang jagain masuk, lu kabur?" "Itu ide lu goblok." "Hahahaha.." Bersamaan keduanya tertawa. Bulan bulat. Menggantung di atas mall pencakar langit yang sombong. Tengah malam baru saja lewat, tapi di perempatan Grogol dunia anak jalanan seakan baru dimulai. Temaram sinar lampu jalanan bewarna kuning mencium aspal dan kepala bocah-bocah yang asyik belajar gitar kecil di atas trotoar, menghapal lagu-lagu populer untuk dinyanyikan esok. Di lantai halte duduk beberapa gadis cilik membuat lingkaran, bermain bekel tidak peduli angin malam menusuk pori-pori. Tampak satu diantara mereka menggendong bayi yang tertidur, mendongak dengan kepala hampir menyentuh lantai halte. Lalu bayi itu begitu saja diletakan di atas kardus saat  dapat giliran melempar bola bekel. Ada seorang wanita muda setelan blazer berdiri dekat mereka, mungkin terlambat pulang kerja atau habis main ke rumah temanya, tampak gelisah menunggu taksi yang belum juga lewat. Matanya sesekali menoleh kiri kanan khawatir didekati pencopet yang memang  banyak di lampu merah itu. Dhani dan Aris melewati teman-temannya. Mereka tidak tertarik bergabung. Terus melangkah menuju sebuah gang antara warung rokok dan rumah makan padang. Sebelum badannya hilang menikung masuk gang yang tanahnya menurun menuju kali, Naim sempat melihatnya. "Wah, enggak ngajak-ngajak. Sialan!" desis Naim yang sedang merokok menyandar di bajaj yang berjejer. Rokoknya bekas puntung yang dia dapatkan dari lantai halte. Dia tahu bila Dhani dan Aris tengah malam menuju kali akan melakukan apa. Puntung rokok dibuang. Bangkit. Lari mengejar temannya yang sudah hilang di tikungan. Semakin dekat makin terlihat oleh Naim apa yang dipegang Dhani. Dugaan dia tidak melesat. Itu kaleng kecil pembawa kenikmatan. Dia besyukur tidak tertinggal. Setelah sampai badannya membelah tubuh Dhani dan aris yang jalan berdekatan. Ketiganya berjalan menapak tanah yang menurun menuju pinggir kali. Tepat di kolong jembatan mereka duduk berbaris. Bersama menatap kali yang airnya dangkal. Pantulan bulan ada dia tas air yang aromanya menyengat. Naim memungut batu bata, melempar ke tengah kali, bayangan bulan hilang, diganti irisan-irisan air merayap menuju tepian. Dhani membuka tutup kaleng kecil berisi lem. Menutup hidungnya ke dalam kaleng, lalu menghirup aroma lem dengan hirupan yang dalam hingga bahunya terangkat, matanya terpejam tak kuasa menahan aroma yang menusuk otaknya. "Tadi kenapa lu dikejar-kejar cewek cakep, Im?" tanya Dhani sambil memberikan kaleng kecil ke Aris. Aris menghirup lem layaknya yang tadi dilakukan Dhani. "Oh itu, gua lagi ngamen di kopaja, tuh cewek cakep tidur pules banget. Mukanya sama banget sama Luna Maya. Gua jadi inget video Luna sama Ariel, pas mau turun gua remas aja tetenya. Hahaha..." "Enak, Im?" Tanya Aris memberikan kalengnya ke Naim. "Empuk.." Jawab Naim sambil mengacungkan jempol. Ketiganya tertawa. Bayangan bulan yang tadi buyar akibat batu yang dilempar Naim kini sudah terbentuk lagi. Sejenak mereka tidak berbincang. Bergantian menghirup lem hingga alam bawah sadar mulai mereka masuki. Ketiganya tersenyum, menyandar di tembok tiang jembatan dengan kaki melonjor. "Tadi sore gua apes," ujar Aris seperti bicara pada dirinya sediri. "Kenapa?" Tanya Naim pelan dan kepanya mulai goyang-goyang tak terkendali. "Pas mau pulang ketemu Babeh. Badan gua di tarik. Kenceng banget!" "Terus.." "Biasa, celana gua dia buka dari belakang. Tangan diiket. Babeh buka celana juga. Pantat gua masih sakit sampe sekarang. Tapi sekarang gua udah gak nangis lagi. Malah udah mulai enak. Hahaha.." "Bego lu, Ris.." Bentak Dhani mengambil paksa kaleng kecil yang dipegang Aris. Aris terus tertawa dan tidak mempedulikan nyamuk yang sejak tadi hinggap di jidatnya. Tikus besar yang pantatnya botak mencium-cium ujung kakinya. Dengan satu gentakan tikus ditendang, terbang, tercebur ke dalam kali. Binatang itu susah payah berenang mencapai tepian. Di atas sana perlahan awan menutupi bulan. Malam semakin pekat. "Emak lu udah sembuh, Dhan?" Tanya Naim kepalnya menyender di bahu Aris. Suaranya menayun. Terpejam. "Makin Parah. Batuknya gak pernah berhenti. Tadi Bapak gua pulang, malah dicekek biar mati cepat, begitu kata Bapak gua. Makanya gua kabur kesini." "Hahaha..." "Kok lu ketawa, Im?" "Lucu aja dengernya.." Ketiganya tertawa dan pelan-pelan tidak mampu lagi berkata-kata. Badan mereka bersandar di tembok tiang jembatan. Mereka pulas dibuai mimpi-mimpi yang tidak pernah mereka dapatkan di kehidupan nyata. Bulan sudah tidak tampak karena dihalangi awan tebal. Tidak lama kemudian, gerimis turun membentuk titik-titik air di permukaan kali. [caption id="" align="alignnone" width="426" caption="koleksi pribadi"]

[/caption] *** Jakarta, 2 Februari 2011 Anak jalanan biasa menyebut kebiasaan mabuk ini dengan ngelem. Fiksi ini ditulis setelah berbincang dengan anak jalanan yang sering ngelem dan fotonya diupload diatas. Efek ngelem hampir mirip dengan jenis narkoba yang lain yakni menyebabkan halusinasi, sensasi melayang-layang dan rasa tenang sesaat meski kadang efeknya bisa bertahan hingga 5 jam sesudahnya. Karena keasyikan ngelem ini kadang-kadang tidak merasa lapar meski sudah jamnya makan. Ngelem juga akan menyerang susunan saraf di otak sehingga bisa menyebabkan kecanduan. Dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan otak sementara dalam jangka pendek risikonya adalah kematian mendadak (Sudden Sniffing Death).



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline