Lihat ke Halaman Asli

Pohon Natal di Rumah Pak Ustaz

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Yang mana?" "Itu aja, Om." "Ini?" "Iya iya, betul betul betul." Orang yang dipanggil Om itu adalah ustaz Samtari. Di pusat perbelanjaan dia mengajak Ivone membeli pohon cemara untuk perayaan natal besok. Pohon cemara setinggi satu meter setengah ditaruh di troli, menyender. Diselimuti rasa senang, gadis berambut panjang itu sampai berjingkrak-jingkrak kecil mengikuti troli yang menuju kasir. Bibirnya terlihat bernyanyi entah lagu apa, suaranya pelan seperti dikulum. Sepotong senyum dia lemparkan ke wajah Ivone saat keduanya saling menatap. "Nanti malam aku yang pasang pernak-pernik itu ya?" Pinta Ivone sambil tangannya membelai daun cemara. "Kamu bisa?" "Bisa dong. Tahun kemarin, waktu mama dan papa masih hidup, di rumahku, aku sendiri yang pasang gantungan bundar warna-warni itu. "Ooo.. Hebat." Bus antar privinsi yang membuat mobil ayahnya Ivone oleng dan akhirnya menabrak trotoar lalu berguling sebanyak lima kali putaran. Kejadian tiga bulan lalu itu membuat Ivone yatim piatu. Ajaibnya, hanya luka kecil yang diderita gadis dengan bulu mata lentik itu. Sejak itulah pamannya, Ustaz Samtari, memutuskan untuk merawat dan membesarkan Ivone. Mamanya Ivone, yang juga adik Ustaz Samtari, pindah agama saat nikah dengan teman kampusnya selepas wisuda. Dengan kehadiran Ivone, istri Samtari sangat gembira karena pernikahannya yang sudah delapan tahun belum menghasilkan keturunan. Pasangan suami istri itu berjanji merawat Ivone layaknya yang diterima kedua orang tuanya, termasuk soal agama. Di kasir mereka bertemu Kadir, tetangga Ustaz Samtari. Melihat apa yang ada di troli, alis Kadir mengkerut, tampak ragu-ragu saat dia mengatakan: "Untuk apa pohon itu, Ustaz?" "Merayakan natal untuk keponakan saya, besok." "Oooo..." Suara itu keluar bernada terkejut yang di sembunyikan. "Maaf ya, saya pergi dulu." Izin Ustaz Samtari karena belanjaan telah rapi dihitung kasir. "Mari, Silahkan..." ** Tanpa Ustaz Samtari tahu, pertemuannya dengan Kadir cepat tersebar di lingkungan rumahnya. Dari mulut ke mulut informasi itu seperti air yang mengalir di sungai yang deras. Tidak sampai isya hampir semua kampung itu mengetahui bahwa akan ada perayaan natal di rumah Ustaz yang selama ini mereka hormati. Kalau merawat anak yang agamanya lain itu wajar, tapi memasang pohon cemara yang dihiasi lampu-lampu aneka warna di malam natal sangat di luar kewajaran, gumam mereka. Akhirnya mereka sepakat untuk menanyakan hal ini.  Pak Ustaz akan dilabrak setelah pulang sholat isya. Mereka telah berkumpul di pos ronda, jalur yang pasti dilewati Pak Ustaz. Setelah basa-basi, keluarlah pertanyaan inti. "Apa agama membolehkan itu?" Salah satu dari mereka bertanya dengan nada keras. "Kalau kalian baca sejarah hidup Nabi Muhammad secara mendalam, pasti kalian temukan suatu hari Beliau mengizinkan masjidnya untuk dijadikan ibadah tamunya yang beragama nasrani. Pernah kalian baca itu?" Semuanya menggeleng. "Tapi kemarin aku shalat jumat di kampung sebelah, khatibnya bilang, haram hukumnya mengucapkan natal pada pada mereka yang merayakan. Jadi salah dong khatib itu?" Muncul lagi pertanyaan dari mereka. "Aku tidak berani bilang salah, karena aku bukan pemilik kebenaran. Tetapi setahuku kita hidup harus saling menghormati pendapat orang lain. Aku hormati pendapat khatib itu. Biar Allah, Sang Pemilik Kebenaran, yang memutuskan nanti di akhirat. Tapi mungkin kalian juga sudah tahu, untuk urusan paling prinsip pun, Allah berfirman untukmu agamamu dan untukku agamaku. Kayanya itu sudah cukup jelas. " Setelah itu Ustaz Samtari pulang meninggalkan mereka. Dia mau membantu keponakannya menghias pohon cemara. ** "Apa doamu yang paling kau inginkan? Berdoalah.." Ustaz Samtari mengelus rambut Ivone yang matanya menatap pohon cemara yang ditaruh di atas meja. Lampu ruangan sengaja dimatikan agar lampu-lampu kecil yang di pohon itu terlihat indah dihiasi benda bulat menjuntai dengan aneka warna cerah. Sang istri mengusap-usap pundak Ivone yang tampaknya masih disengat rasa haru. "Aku hanya berdoa biar kalian diberikan kesehatan dan panjang umur. Karena apa yang aku terima sekarang sama seperti mendiang ayah dan mama berikan padaku." Ustaz Samtari melihat ada butiran air yang meleleh di ujung mata Ivone. ***** 25 Desember 2010 gambar dari gugel




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline