Valdi masih terus mengigau. Panas badannya belum turun sejak pagi tadi. Pak Nadus dan istrinya kelihatan gelisah. Sesekali, tangan mereka bergerak menghapus air di sudut mata.
Pak Nadus tahu, sakitnya Valdi bukan sekedar sakit tubuh akibat terjatuh dari pohon saat bermain minggu lalu. Sakitnya bukan sekedar sakit yang bisa sembuh setelah disuntik ibu bidan. Pak Nadus tahu kalau Valdi sebenarnya sangat sedih setelah berpisah dengan pak Didik dan pak Lukman, gurunya yang akan kembali ke Jawa.
Pak Didik dan pak Lukman datang tahun lalu. Mereka guru SM3T angkatan V yang ditempatkan di SDN Oepoli, kec. Amfoang Timur kabupaten Kupang, NTT. SD di kampung Valdi. Di SD inilah Valdi bersekolah. Mereka tinggal di rumah tua sebelah rumahnya Valdi sehingga selama setahun terakhir ini, mereka berdua telah menyatu menjadi bagian dalam keluarganya Valdi.
Setiap hari, Valdi dan kedua gurunya ini pergi dan pulang bersama ke sekolah. Siangnya, sepulang dari sekolah, Valdi dan teman sekolahnya juga pasti bersama pak Didik dan pak Lukman di rumah sebelah. Akibatnya, Valdi merasa berat hingga terbawa sakit setelah pak Didik dan pak Lukman pergi.
Pak Nadus kembali menyeka matanya yang basah ketika Valdi menyebut nama mereka. Pak Nadus tahu, keduanya bukan hanya sekedar guru bagi Valdi. Lebih dari itu, keduanya telah menjadi sahabat bagi Valdi kecil. Pak Nadus yang tidak sekolah tidak paham dengan kedekatan hubungan antara Valdi dengan kedua guru orang Jawa beragama Islam yang taat ini.
Awalnya, pak Nadus heran karena tidak ada jarak yang terbangun antara kedua guru Jawa ini dengan anaknya. Apalagi mereka sarjana, dari kota besar, dan anak orang yang secara ekonomi memiliki kehidupan yang relativ lebih baik dari kehidupan ekonomi anak - anak kampung.
Setahu pak Nadus, sesuai pengalamannya selama ini, guru di kampung punya imej khusus sehingga tidak sembarang didekati. Setahu Dia, guru berhak untuk membentak Valdi dan teman - teman sekolahnya, guru punya hak untuk memarahi, bahkan kadang - kadang juga tidak disalahkan untuk memukul anak - anak dengan keras jika bodok dan otaknya berat, katanya. Makanya pak Nadus agak heran ketika melihat Valdi dan teman - temannya begitu akrab dengan kedua guru baru mereka.
Diam - diam, pak Nadus yang tidak tahu juga makin heran ketika teman - teman Valdi yang belum lancar baca jadi cepat perkembangan kemampuan baca mereka. Padahal, mereka tidak dibentak, mereka tidak dimarahi, mereka tidak dikatai, termasuk mereka tidak dipukul sama sekali ketika mereka diajari selepas sekolah.
Diam - diam, Valdi yang selalu semangat ke sekolah juga jadi perhatian pak Nadus. Bagi Valdi, demikian pikir pak Nadus, sekolah sudah jadi rumah keduanya. Pak Nadus dan istrinya tidak harus sibuk mengawasinya setiap pagi agar bergegas ke sekolah lagi seperti tahun kemarin. Sekarang bahkan Valdi yang kelihatan lebih semangat dari kedua orang tuanya. Bahkan, Valdi juga sudah punya cita - cita untuk bisa ke sekolah ke Jawa juga.
Suatu kali, ketika pak Nadus lewat belakang sekolah saat pergi ke kebun, ceritanya pada kami ketika Valdi sudah tidak mengigau, Dia terkejut ketika Valdi ditunjuk oleh pak Didik untuk maju ke depan kelas. Jalan setapak yang dilewatinya tidak jauh dari gedung sekolah sehingga suara pak Didik didengarnya. Bergegas, pak Nadus mengendap mendekati ruang asal suara itu. Dinding bebak memudahkannya untuk mengintip ke dalam ruang kelas.
"Valdi kelihatan riang sekali" Dia bercerita. Padahal, soal yang dia kerjakan salah.
"Tidak ada raut takut di wajahnya" heran pak Nadus. Bahkan, pak Didik masih sempat - sempatnya memuji Valdi dan melakukan tos-tosan dengan Valdi.
"Seisi kelas diminta untuk bertepuk tangan bagi Valdi saat itu." pak Nadus mengelap ujung matanya.