Lihat ke Halaman Asli

Perjanjian Hudaibiyah: Model Perjanjian Internasional dalam Perspektif Islam

Diperbarui: 30 Oktober 2019   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Praktek perjanjian Internasional telah ada semenjak Rasulullah SAW memimpin negara Madinah. Perjanjian Internasional yang dilakukan oleh Rasul yakni perjanjian Hudaibiyah merupakan perjanjian damai yang dilakukan Nabi SAW dengan kaum Quraisy Makkah pada Maret 628 M atau 6 H.

Perjanjian ini banyak diceritakan dalam sirah nabawiyah bahwa pristiwa kmenangan umat Islam atas Quraisy Makkah bukan karena Fathu Makkah melainkan terjadi peristiwa Perjanjian Hudaibiyah ketika para sahabat menilai bahwa klausul dalam perjanjian tersebut melemahkan dan merupakan pintu kekalahan bagi umat Islam (Al Ghadban,2008; Al Buthy,2010; Al Muafiri,2010; An Nadwi,2009).

Selain itu para mufassir juga menyebutkan bahwa kemenangan umat Islam secara nyata tercantum dalam AlQur'an surah Al Fath ayat pertama: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata"(Ar Rifai,2010: Quthb,2004) .

Dalam Khazanah hukum Internasional, perjanjian Hudaibiyah juga dijadikan refernsi para ulama dalam merumuskan prinsip dan hukum internasional dalam islam selain AlQuran, Sunnah dan Qiyas (Khadduri, 1956). Hal ini disebabkan beberapa faktor :

  • Perjanjian ini dilakukan langsung oleh Nabi Muhammad SAW
  • Perjanjian ini menghasilkan preseden yang sangat kuat tentang perjanjian internasional sebagai salah satu instrumen memperjuangkan islam
  • Perjanjian ini menunjukkan bahwa kemenangan  bisa diperoleh dengan menaati perjanjian yang telah disepakati.

Berdasarkan perjanjian ini, para ulama menetapkan kebolehan melakukan perjanjian damai antara negeri muslim dengan negeri non muslim (Khadduri, 2006: Bsoul, 2008).

Pelajaran penting dari prjanjian ini adalah komitmen nabi Muhammad dan kaum muslim untuk mematuhi perjanjian yang telah ditandatangani meskipun klausul didalamnya dianggap sangat merugikan.

Secara singkat , peristiwa Hudaibiyah terjadi bermula ketika Rasulullah brsama rombongan kamum muslimin sebanyak 1400 jiwa beragkat umrah ke Makkah pada bulan Dzulqa'dah tahun 6 H. Setibanya di Asfan, Bisyr bin Sufyan memberitahukan bahwa kaum musyrikin Makkah mengetahui kdatangan dan hendak bertekat untuk mengumpulkan kekuatan untuk menghalangi rombongan yang akan berkunjung.

Mendengar informasi ini Rasul bermusyawarah dengan para sahabat dan tetap melanjutkan perjalanan. Ketika tiba di Hudaibiyyah suasana semakin mendidih, menurut Riwayat Bukhari Rasul mengambil anak panah dan memerintahkan untuk menusuk ke dalam sumur, stlah itu air memancar deras dan rombongan dapat minum sepuasnya(Muhammad: 405).

Rasul berusaha meyakinkan pembesar Makkah dengan mengirim utusan serta orang netral agar menjelaskan bahwa rombongan datang bermaksud untuk umrah semata. Akan tetapi beberapa utusan justru hampir dibunuh oleh kaum musyrikin Makkah (Hashem, 2007: 210).

Kemudian Rasul mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan tujuan para rombongan nabi dan selamat dari pembunuhan. Setelah bernegosiasi Rasul mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menulis perjanjian yang telah dispakati diantara isi pokoknya (AL Mubarakfuri, 2010:298) :

  • Genjatan snjata diadakan selama 10 tahun. Tidak ada tindakan buruk maupun permusuhan diantara kdua belah pihak dalam masa tersebut
  • Apabila ada orang musyrikin Quraisy Makkah datang kepada Rasul tanpa seizin walinya maka ia harus dikmbalikan kepada mereka. Akan tetapi apabila ada umat Rasul yang menyeberang ke kaum Quraisy, maka ia tidak dikmbalikan kepada Rasul
  • Orang Arab dan para kabilah yang berada di luar perjanjian diperbolehkan menjain persekutuan dengan salah satu pihak dalam perjanjian berdasarkan keinginannya
  • Pada tahun ini Rasul dan kaum muslim belum diperkenankan memasuki Makkah ttapi tahun depan dengan syarat hanya tiga hari tanpa membawa senjata kecuali pedang dalam sarung
  • Perjanjian ini diikat atas dasar ketersediaan penuh dan ketulusan untuk melaksanakannya tanpa penipuan dan penyelewengan.

Meskipun klausul dari perjanjian ini mengecewakan kaum muslim Madinah, mereka tetap mematuhinya karena ketaatan dan kepatuhan yang dimiliki kepada Allah sang Pencipta Allam semesta dan Rasul. Hal inilah yang menjadi jalan kemenangan atas kaum Quraisy yang tidak menerima dengan baik sehingga banyak yang melanggar perjanjian tersebut. Peristiwa ini tercantum dalam Al-Quran Surah Al Fath ayat 24 :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline