Lihat ke Halaman Asli

Bekti Cahyo Purnomo Syah

Menulis adalah caraku melukis keindahan lewat rangkaian aksara manja tak bernyawa.

Mistery Jeumpa Flower

Diperbarui: 18 Mei 2019   03:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bbb

 Genre Fiksi Fantastik Teen

Bukankah manusia dikatakan berkembang jika ia mampu memahami apa tersembunyi? Mereka menyebutnya misteri, sedang yang lain mengangap itu pengetahuan dan sisanya adalah kebencian. Sebuah kebencian yang justru menjadikan manusia buta meski melihat, tuli walau mendengar dan lumpuh sekalipun berjalan.

Bisik-bisik klasik perlahan terdengar, inilah kisah remaja perempuan dengan pengetahuan langka, mereka menyebutnya indra ke enam.

Jangan baca sendirian; horor, baper, misteri, semua ada di sini.

Warna tercipta dari cahaya merambat yang terserap pada setiap benda membentuk dunianya sendiri. Dunia yang terdiri dari partikel-partikel halus lebih kecil dari sebiji zarrah itulah mekanika kuantum.

Dalam setiap partikel paling terkecilpun selalu ada misteri yang tersembunyi di dalamnya yang membentuk dimensi lain. Ada yang mengatakan itu adalah mitos bahkan sihir.

Gadis cantik, berambut panjang itu bernama Xey putri dari seleksi alam di mana bisa melihat yang tak terlihat, mendengar yang tak terdengar, merasa yang tak terasa. Remaja asal Bunga Jeumpa itu memang selalu mendapatkan tatapan miring dari kebanyakan orang.

"Dasar cewek aneh."
Sebuah suara menjadi makananya tiap hari saat di sekolahan.
Xey gadis terbuang asal Aceh  yang kini tinggal di kota Medan seperti hatinya yang senantiasa sedan sebab terkucilkan oleh semua teman-temannya. Di caci, di bulyy menghiasi hidupnya hari-hari.

"Hai Bunga Jeumpa, kembang kenanga temanya kuntilanak ha ha ha," ejek Roy dengan melemparkan bunga kantil yang kemudian di ikuti oleh teman-temannya.

Xey yang berparas cantik berbibir mungil hanya diam tak membalas meskipun entah berapa jua kali harus menelan jelijihnya sendiri. Getir pahit tak berkesudahan.

Apakah dunia sudah tak menginginkanya lagi? Lantas kenapa alam semesta memilihnya mengemban tanggung jawab pengetahuan yang begitu berat. Tanggung jawab lebih berat dari pada hidup sedang kematian lebih ringan dari pada kapas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline