Lihat ke Halaman Asli

Serial Keok 2: Ahok Keok Tetapi Promosi

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik itu kepentingannya mencari kekuasaan dan duit. Untuk kekuasaan dan duit, segala cara dianggap halal. Dalam istilah media yang sedang nge-“trend” politik disebut “the art of possible” dalam arti yang seluas-luasnya. Inilah makna politik.

Ahok adalah produk politik. Ahok mempunyai potensi. Sang dalang, siapapun dia, sangat piawai. Dia melihat Ahok, pada saatnya, bisa dimainkan (tanpa Ahok sadar) untuk sebuah permainan catur skala besar. Ahok ini memiliki nyali luar biasa. Nah, keberanian inilah, oleh sang dalang, akan di “twist” untuk sebuah kepentingan khusus pada momen-momen tertentu.

Ahok adalah kader (meskipun baru) Gerindra. Pada tahap pertama, dukungan Gerindra sangat diperlukan PDIP untuk merebut posisi DKI 1. Tahap kedua, Koh Ahok bisa meringankan beban Jokowi membereskan kebobrokan yang sudah masuk ke sel paling kecil yang ada ditubuh manajemen Pemprov DKI. Pembagiannya dibuat jelas. Ahok ditugaskan mengurus masalah intern, agar Jokowi leluasa melakukan sosialisasi persiapan capres melalui konsep blusukan.

Dalam arsenal militer, Ahok ini seperti “gatling gun”, sebuah senjata pemusnah yang bisa menembakan 2000 peluru dalam semenit. Sejak Ahok “in-action”, semua dihajar tanpa sisa, dari Sekda, Asisten, Kadis, Camat, Lurah sampai supir truk sampah. Setelah lebih dari setahun, ya kita paham lah, kalau Ahok kemudian menjadi TO (Target Operasi) bersama bagi manajemen yang diporak-porandakannya. Kondisi Ahok bertolak belakang dengan Jokowi. Jokowi sangat lihai memainkan peran dan watak. Dia bukan saja selamat, bahkan mendapatkan simpati dari karyawan Pemprov DKI plus publik.

Pilpres di bulan Juli nanti adalah hari yang ditunggu-tunggu sang dalang. Dari hasil survey, Jokowi bisa dianggap 99.99% akan menang. Bila Jokowi menjadi RI 1, dalam kondisi yang wajar, nasib golongan hitam di Pemprov DKI akan ludes dilahap Ahok, sang penerus Jokowi. Kondisi inilah yang tidak di-inginkan karyawan Pemprov DKI, utamanya Moko musuh bebuyutan-nya Ahok. Sebagai ilustrasi, Moko ini sangat kuat. Begitu kuatnya sehingga mendapat julukan “The Untouchable”. Mantan operatornya Foke ini, dengan santai bisa bertahan. Jokowi sekalipun tidak berani menyentuh. Sebaliknya Jokowi malahan menjadikan yang bersangkutan pelaksana tugas sekda.

Lalu bagaimana nasib Ahok, sang Tai Chi Master kita ini. Dalam peribahasa Tionghoa ada istilah, diatas gunung ada gunung lagi. Sekuat-kuatnya Ahok, pasti ada yang lebih kuat.

Disinilah asyiknya bermain politik, yang bermuara pada kekuasaan dan duit. Gerakan anti Ahok di Pemprov DKI, akan bersimbiose mutualistis dengan sang dalang. Kepentingan mereka jelas yaitu kekuasaan dan uang. Tetapi karena sekarang jaman transparan, kemungkinan besar rute elegan-lah (bukan rute pembunuhan karakter) yang akan ditempuh.

Pada hari H Pilpres, hasil Quick Count sekitar sore, akan memastikan Jokowi terpilih. Demi pencitraan, mungkin saja, keesokan harinya Jokowi diminta sang dalang mengundurkan diri dari kursi Gubernur, diganti Ahok. Kalau Jokowi mundur, otomatis, PDIP mendapat jatah Wagub. Dari beberapa calon yang beredar di kedai-kedai kopi, karyawan Pemprov dipastikan mengusulkan ke sang dalang untuk mendorong Boy Sadikin ketimbang Teten, aktivis ICW. Bagi karyawan Pemprov DKI, Teten, aktivis anti korupsi ini bisa-bisa lebih berbahaya dari Ahok. Jadi karyawan Pemprov DKI dan konco-konconya harus terhindar dari kondisi keluar dari mulut buaya masuk mulut komodo.

Sesuai jadual, pada 20 Oktober Jokowi dilantik sebagai Presiden.Agar terlihat tangkas, bisa saja sehari kemudian, susunan Kabinet diumumkan. Disini serunya. Ahok akan dipromosi menjadi Menteri. Inilah momen-momen yang dinantikan sang dalang bersama karyawan Pemprov DKI. Beberapa hari kemudian, sambil menghisap cerutu di cigar lounge hotel Four Seasons, dengan santai, mereka akan menyaksikan siaran langsung pelantikan elit PDIP menjadi Gubernur DKI. Untuk sementara, cukuplah PDIP menguasai pucuk pimpinan Indonesia (RI 1) dan Jakarta (DKI 1). Sedangkan Ahok, sekali lagi akan digunakan sebagai algojo-nya Jokowi di Kabinet.

Nah Koh Ahok, di kabinet nanti, anda tetap kok bisa terus marah-marah (bila menjadi Menpan), menteri yang bertugas menertibkan aparatur negara…tetapi tidak punya power.

Mudah-mudaan mobil dinas menteri tetap Toyota Crown ya, tidak diganti kijang. Inilah politik (dan pencitraan). Sabar deh Koh, keok ya keok, tapi promosi. Ceng li kan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline