Lihat ke Halaman Asli

Antara Aksi 55, Intoleransi, dan Bunga untuk Polri

Diperbarui: 4 Mei 2017   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mabes Polri kebanjiran karangan hunga dari masyarakat. Sampai Kamis pagi (04/05/17) totalnya sudah 1.000 lebih. Karangan bunga itu berisi aneka pesan. Terbanyak adalah dukungan kepada Polri dan TNI mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan penolakan terhadap tindakan intoleran.

Pada Kamis pagi (04/05/17) Mabes Polri sudah menerima lebih dari 1.000 buah. Kiriman masih terus mengalir. Mungkin ini pertama kali Polri mendapat dukungan luas dari masyarakat lewat kiriman karangan bunga yang massif.

Karangan bunga pun mengalir ke Istana, tertuju pada Presiden Jokowi. Walau jumlahnya tidak sebanyak yang ke Mabes Polri, pesan yang disampaikan sama. Rakyat mendukung Presiden untuk bertindak tegas terhadap gerakan intoleransi dan mengganggu NKRI.

Karangan bunga yang ujug-ujug ini kontan saja mengundang persepsi masyarakat. Mau tak mau dikait-kaitkan dengan peristiwa-peristiwa aktual. Salah satunya, rencana unjuk rasa pada 5 Mei 2017 atau Aksi 55 yang akan digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) .

Jadi, masyarakat mendukung Polri, TNI, dan Presiden Jokowi untuk bertindak tegas jika Aksi 55 menjurus pada gangguan keamanan dan ketertiban, tindakan intoleran, atau tindakan-tindakan lain yang mengganggu keutuhan NKRI.

Mengapa masyarakat mencurigai Aksi 55? Sebab, aksi-aksi GNPF sebelumnya pernah disusupi oknum-oknum yang dikategorikan intoleran, memaksakan kehendak, mengganggu keamanan dan ketertiban, serta diduga kuat ingin mengubah Indonesia menjadi negara agama.

Selain itu, GNPF juga berkolaborasi dengan ormas-ormas yang dikenal masyarakat sebagai ormas garis keras. Tindakan oknum-oknum mereka kerap mengabaikan hukum.

Untuk Aksi 55 kali ini, Ketua GNPF Bachtiar Nasir mengatakan tetap akan turun ke jalan. Dia akan mengerahkan massa “alumni” Aksi 212 (2 Desember 2016 dan 21 Februari 2017) dengan berjalan kaki (long march) dari Masjid Istiqlal menuju gedung Mahkamah Agung (MA) yang berlokasi di samping Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Bachtiar mengatakan, Aksi 55 bertujuan mengawal vonis Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). “Sejak awal kami ingin mengawal fatwa, khususnya kasus penodaan agama yang dilakukan Ahok,” katanya dalam jumpa pers di AQL Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (02/05/17).

Bachtiar juga menilai, ada drama persidangan yang sudah tercium sejak awal, yakni penggunaan Pasal 165 a menjadi Pasal 165 saja atau penodaan agama menjadi penodaan ulama. “Ini bukan saja mempermainkan hukum, tapi juga sudah mengusik rasa keadilan umat Islam Indonesia sebagai stakeholder terbesar bangsa ini,” kata dia.

Rasanya kurang pas Bachtiar mengatasnamakan umat Islam Indonesia. GNPF dan ormas-ormas Islam yang ikut aksi, hanyalah sebagian kecil umat Islam Indonesia. Sebab, ada ormas lain yang sudah menyatakan tidak ikut Aksi 55, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline