Jika saya selama ini selalu berada di pihak PSSI dan selalu menjadi counter bagi penulis yang menyerang PSSI maka berikut ini saya sampaikan motif saya.
Sebelumnya saya minta maaf kepada handai taulan sanak saudara yang pernah merasa tersakiti oleh komentar saya. ( pak Farid Wajdi, Abdul Muin, Gusti Randa, MD dsb)
Surat cinta ini saya buat terutama ketika komentar saya akhir ini selalu hilang ketika menjawab diberbagai komentar.
Saya adalah orang Indonesia. Lahir dan dibesarkan di Indonesia. Orang tuapun juga kelahiran Indonesia termasuk kakek buyutnya. Bahkan jika suatu saat saya diperbolehkan untuk menginjakkan kaki di luar tanah Indonesia, saya hanya bermohon kepada Tuhan jika kesempatan itu cuma sekali semoga hanya untuk ke Mekah naik haji.
Saya tertarik menulis di kolom Bola, dikarenakan olahraga itu mengedepankan fairplay. Beda dengan politik yang penuh aroma balas dendam. Falsafah olahraga tidak dibenarkan seorang pemain memiliki 'dendam' ketika melakukan pertandingan. Berangkat dari itu saya dengan semangat menulis dikanal ini.
Kepada Bung Abdul Muin, MD dan Kuma Kul. Maafkan jika saya sampai meragukan anda WNI dan mencurigai anda spionase asing. Sekali lagi maafkan saya jika itu tidak terbukti. Biar anda ketahui alasannya sebagai berikut.
Kenapa seorang ZEN MUTTAQIN selalu menampilkan tulisan-tulisan yang menyebutkan ketokohan Bung Karno dan semangat kemerdekaan hampir disetiap tulisannya? Agar kita sebagai generasi muda…MAMPU memahami generasi terdahulu yang telah meletakkan PONDASI bagi bangsa yang besar ini. Agar kita dengan segenap daya dan kekuatan yang kita miliki sesuai porsinya masing-masing tidak terjebak pada jiwa kerdil tentang INDONESIA. INDONESIA negara yang besar terdiri dari multi etnis yang terpisahkan dengan jarak yang jauh. Dengan selalu mengedepankan polemik maka jarak kita akan semakin jauh. Jauh dimata, jauh di hati.
Maka saya sangat heran jika selalu mengungkit dan menyalahkan selalu kondisi bangsa sendiri. Tidakkah malu selalu membuka aib saudara sebangsa lalu menjatuhkannya seolah kita ini tidak hidup di negeri yang sama. Malu bung. Karena Indonesia perlu persatuan dan kesatuan... dan perlunya kesadaran akan itu.
Untuk bung Farid Wajdi. Dewasa itu parameternya bukan ego bung. Karena membela bangsa itu adalah ego utama yang harus didahulukan. Apa iya... polisi yang bersikeras untuk mengusut tuntas sampai ke akarnya tentang suatu kejahatan...maka polisi itu tidak dewasa karena dia egois?? tentu bukan begitu. Sekali lagi bung..... panggilan timnas adalah tugas bela bangsa dan negara dan itu adalah parameter yg harus didahulukan.
Anda akhirnya juga menggunakan klausul ‘dosa masa lalu’. Anda mempertanyakan, kenapa dulu waktu lawan Bahrain, tim ISL tidak dilibatkan. Dll. Saya kira kita tidak sebodoh itu dalam berdiskusi. Semua sudah terjawab pada waktu itu. Adalah sebuah semangat baru jika kemudian PSSI menggunakan kembali pemain ISL saat ini. Kalau...kita selalu berbicara tentang dahulu dan dahulu... maka akan bermuara PADA...KENAPA DAHULU ADAM DAN HAWA MAKAN BUAH KULDI.. akibatnya HARUS TURUN DARI SURGA.. Kalau seperti itu yang terjadi adalah fatalisme bung.Itu menunjukkan jika anda belum bisa melepaskan dendam dalam diri anda.
Move on.. ga usah ke Muhammad Ali . Kalau mau bandingkan coba bandingkan dengan kang Muhammad Alfyan. Dia seorang PNS gaji sama dengan guru lain...tapi demi perjuangan maka dia rela menempuh jarak yang jauh untuk mengajar di puncak Garut... bandingkan dengan pemain klub ISL. Pemain ISL gaji besar, fasilitas memadai, punya fans klub ( bandingkan apakah ada yang kenal dengan kang Alfyan dibanding BP ? ) , kerja selalu diatas karpet hijau yang empuk ( lapangan )... tapi kenapa ketika dipanggil negara alasannya bertubi. NAH BANDINGKAN DENGAN ITU SAJA... JANGAN JAUH2 KE NASIONALISME AMERIKA .
Bukannya kami ini PECINTA JOHAR…( sumpah! saya bukan penganut Irshad Manji ) TAPI jauh dilubuk hati dan di dalamnya pikiran.. ada satu yang mengemuka… KITA ADALAH SATU BANGSA BESAR…DIBERI NIKMAT OLEH TUHAN DENGAN SDM YANG SANGAT BANYAK. Namun jika kita selalu berpolemik maka kita rakyat yang hidup didalamnyatidak sadar akan merasa KERDIL dan berwawasan sempit.
Dulu,saya mati-matian menyuarakan kepada bung semua mengenai kritik-kritik saya adalah dalam rangka “duel”. Tapi seiring berjalannya waktu, untuk apa kita perang dengan bangsa sendiri? Kisruh sendiri? Dengan bersatunya kita saja belum tentu bisa memajukan NKRI.
Sekarang motif saya berkompasiana bukan lagi " adu duel". Saya cuma menyayangkan, jika orang semacam bung ini bersikap sama saja dengan anak bangsa lain yang mungkin tidak mampu untuk menulis disini.
Seorang Farid atau AM sangat disayangkan jika hanya karena sesuatu tidak mampu menangkap PESAN terdalam dari arti KEUTUHAN BANGSA. Seorang patriot sejati seharusnya mampu menjadi PENYADAR kepada khalayak bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar dan diperlukan perjuangan dan pengorbanan besar pula untuk menjadikan Negara ini terhormat.
Terakhir dari surat cinta ini ada hal penting dalam paragraf saya.
Pertama, Saya bukan pecinta sejenis :-p
Kedua, Untuk menjadi pribadi yang luarbiasa... mari berfikir out of the box.. berfikir diluar kebiasaan agar menjadi pribadi yang luarbiasa.
“ Utamakan dan selesaikan urusan bela negara demi kesatuan bangsa dan negara. Baru setelah itu selesai silahkan berpolemik lagi ”
Salam, saya BEJO OI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H