Silakan berdemo jika yang akan anda sampaikan dalam demo mewakili kepentingan saya, tapi jika bertentangan dengan kepentingan saya sebaiknya pemerintah melarang demonstrasi tersebut. Ya, itulah salah satu tulisan di kolom Nilai Tertinggi, Kompasiana. Sangat manusiawi dan wajar, jika tidak sesuai dengan kepentingannya dilarang-larang, tapi jika sesuai dengan kepentingannya didukung mati-matian.
Memang dunia sudah gila. Jaman edan. Yang menista agama justru dilindungi dan didukung, sedangkan yang disakiti justru terus disalahkan.
Jaman edan. Yang menyampaikan kebenaran disalahkan, sementara yang menista agama dan suka mengumbar bahasa toilet dan caci maki ke publik justru dijadikan pahlawan kebenaran.
Benar-benar jaman edan. MUI yang selama ini selalu jadi rujukan POLRI ketika menyidik kasus-kasus penistaan agama, kini justru dituduh sedang bermain politik. Padahal faktanya sangat jelas, Ahok dan para Ahoker yang memasuki wilayah MUI, bukan MUI yang memasuki wilayah politik. Tapi lagi-lagi, karena jamannya jaman edan, justru MUI yang disalahkan dan Ahok bersama Ahoker ditempatkan sebagai pahlawan kebenaran.
Tapi hidup selalu berputar. Bagaikan roda pedati. Dan yang namanya kebenaran, selalu mencari jalannya sendiri. Selalu ada hikmah dibalik tragedi. Jika selama ini Ummat Islam selalu bungkam dan tertidur terhadap perilaku Ahok yang sering menyakiti Ummat Islam, akhirnya di kasus Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 51 Ummat Islam mulai bangkit dan bersatu.
Ummat Islam mulai menyadari nasehat Imam Nawawi yang pernah berkata barang siapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin lalu menunjukkan sikap rela, setuju, atau mengikuti kemungkaran tersebut, ia telah berdosa. Perkataan Imam Nawawi tersebut menunjukkan betapa pentingnya mengingatkan pemimpin jika melakukan suatu tindakan yang merugikan rakyat. Karenanya, perlu untuk selalu mengawal dan mengkritisi pemimpin jika dianggap tidak memihak kepada rakyat.
Tentunya sebagai seorang intelektual kita tidak akan melupakan dalil populer dari Lord Acton yang mengatakan “Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely”. Selama ini Ahok merasa dilindungi oleh Presiden Jokowi sehingga merasa memiliki kekuasaan yang sangat luar biasa. Setiap ada yang mengkritisi kebijakan Ahok pasti bernasib dibully oleh Ahok dan Ahoker. Pokoknya, Ahok dan Ahoker merasa selalu benar dan tidak pernah salah. Jika Ahok melakukan kesalahan maka kembali ke aturan pasal tidak tertulis bahwa Ahok tidak pernah salah.
Ucapan-ucapan Ahok yang merusak dan memporak-porandakan sendi kebhinekaan, justru dipuja-puja oleh Ahoker sebagai implementasi bhineka tunggal ika. Bahkan dengan arogannya Ahok nekad mengklaim Pancasila belum sempurna jika Ahok belum jadi presiden. Edan, benar-benar jaman sudah edan.
Saatnya Ummat Islam bangkit dan melawan. Aksi damai 4-11 yang telah menggetarkan musuh-musuh Islam barulah rakaat awal. Dan aksi super damai 2-12 adalah rakaat berikutnya. Tidak ada yang mampu menghentikannya. Ketika Ummat Islam sudah memulainya dengan Takbir maka harus diselesaikan dengan Salam. Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo sudah memahaminya dan pastinya Kapolri juga sudah tahu.
Seharusnya kita semua sudah hafal bahwa demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia bukanlah hal yang baru. Bukan juga hal yang tabu. Demonstrasi sudah sangat lazim digunakan sebagai instrumen untuk menyampaikan aspirasi. Di berbagai belahan dunia mana pun, demonstrasi sering menjadi cara yang paling ampuh untuk menyuarakan aspirasi kepada penguasa. Khusus di Indonesia, sejak era reformasi yang mampu menumbangkan rezim otoriter ORBA demonstrasi selalu menjadi peristiwa rutin untuk menyampaikan aspirasi.
Jadi sangat aneh dan sangat tidak masuk akal, jika tiba-tiba ada yang berani dan nekad melarang demonstrasi Ummat Islam yang akan dilaksanakan 2-12. Emangnya lu siapa bro and sis? Negara saja menjamin, kok ente malah melarang-larang.