Lihat ke Halaman Asli

Entah Mengapa...

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yah...benar, judul posting di atas mengungkap kegalauanku tentang kehidupan di jaman yang modern ini.
Entah mengapa aku merasa iman orang-orang semakin kering kerontang.
Entah mengapa aku merasa moral mereka yang semakin terkikis oleh kemewahan jaman.
Entah mengapa aku merasa banyak orang yang nyaman dalam kehidupan yang kelam seperti ini, jauh dari tatanan ISLAM yang sejatinya.
Entah mengapa aku merasa orang tidak lagi tertarik dengan kajian, ta'lim, tasqif yang bahkan berlabel GRATIS, dan mereka lebih suka memilih konser musik yang butuh kocek lumayan untuk membeli tiketnya.
Entah mengapa..., yah dan sebagainya.


Ya memang jaman ini sudah jauh lebih maju dari jaman awal dulu ISLAM berkembang luas di bumi Allah ini. Tapi agaknya itu dilihat dari sisi teknologinya saja. Ketika dilihat dari sisi moralnya, Masya Allah...agaknya menjadi berbalik lagi ke jaman jahiliyah seperti dulu kala. Bukan lantas penulis menganggap semua orang yang hidup di dunia ini termasuk kategori jahil itu tadi. Namun menurut pengamatan sekilas saja dan agaknya pendapat ini juga di'amin'i oleh sebagian orang yang insya Allah selalu berusaha untuk tidak ikut terseret arus jaman yang semakin 'edan' ini.


Banyak orang tua yang menganggap anak-anak saat ini sudah meninggalkan aspek-aspek keISLAMan atau tata krama yang seharusnya mereka lakukan. Para orang tua juga berpendapat bahwa pemuda jaman sekarang terlalu rendah secara moral dan sebaliknya mereka malah menonjolkan dari sisi keglamourannya, kekayaan orang tuanya, bahkan nampaknya pemuda saat ini sudah tak segan lagi untuk bergantung kepada orang tuanya, selalu meminta uang kepada orang tuanya (yang mungkin mereka pikir orang tuanya akan hidup lebih lama daripada dia).


Bahkan sampai iklan pun mengatakan bahwa "Pemuda dipandang sebelah mata". Dan untuk ini, penulis sangat tidak setuju. Penulis berpendapat bahwa kerusakan moral para pemuda di jaman ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan gaya hidup yang ditularkan oleh kaum Barat yang tidak bertanggung jawab yang cenderung memiliki gaya hidup yang jauh dari nilai keISLAMan. Yah...dan benar saja, karena mereka menguasai media, seperti koran, televisi, radio, dsb. Maka dengan cepat saja seluruh dunia ini terkena imbasnya.


Jika diliat dari kualitas anak saat ini, penulis yakin tidak jauh berbeda dengan anak jaman dahulu, malah cenderung semakin meningkat. Coba perhatikan saja, di daerah Timur Tengah sana ada seorang anak yang berumur kurang dari 6 tahun sudah mampu menghafal Al-Qur'an, bahkan anak kecil yang (insya Allah kalau tidak salah) bernama Hasan itu mampu menghafal dan menyebutkan letak ayat yang disebutkan orang lain persis seperti dalam Al-Qur'an, entah itu dari halaman berapa, ayat itu membahas tentang apa, terjemahannya, dsb. Subhanallah...sungguh hebat potensi anak tersebut. Penulis kagum sekaligus merasa malu akan potret penulis sendiri yang agaknya jauh tertinggal. Dan penulis hanya bisa mendoakan anak tadi agar nantinya menjadi salah satu tokoh pembesar ISLAM yang mampu membangkitkan ISLAM kembali menuju kejayannya. Amin...


Dan tentunya masih banyak lagi contoh yang menegaskan bahwa kualitas anak jaman sekarang tidak kalah dengan anak jaman dahulu. Tengok saja Indonesia yang ternyata beberapa tahun terakhir ini jarang absen dalam kejuaraan olimpiade internasional tingkat SD, SMP, maupun SMA. Nah, jadi sebenarnya akar pokok permasalahanya terjadi saat anak tersebut beranjak menjadi remaja yang cenderung labil secara emosi. Para orang tua harus pintar-pintar mendidik dan menyiapkan anaknya sehingga mampu untuk bersaing dengan derasnya arus jaman yang ada saat ini.


Berikut ada beberapa kiat yang penulis dapat dari mendengarkan khotbah sholat Jum'at 2 minggu lalu. Agar anak siap untuk menghadapi globalisasi jaman, para orang tua dituntut untuk:

1. Mempertebal akidah, keyakinan, atau iman anak-anaknya. Karena inilah modal sekaligus tembok terkuat yang dimiliki oleh manusia untuk tetap bertahan pada jati dirinya. Dan nantinya ini akan berimbas pada perilaku atau akhlaqnya yang baik dan syar'i yang sesuai dengan tuntunan ISLAM. Karena jika aqidah seseorang baik, maka insya Allah akhlaqnya pun akan baik pula.
2. Memperbanyak ilmu atau wawasan. Karena percuma saja ketika seseorang sudah memiliki iman yang jempolan tapi dia tidak tahu apa-apa, harus berbuat apa, harus kemana saja. Maka sia-sialah iman itu, dan lambat laun akan terkikis juga entah itu dengan sendirinya maupun pengaruh orang lain.
3. Memberikan makanan yang halal dan toyib. Karena bersumber dari makananlah segala apa yang tumbuh dan berkembang pada anak nantinya. Tentunya proses mendapatkan makanan tersebut harus dengan cara yang halal dan baik pula.




Mmm...itu tadi hanya sekelumit yang penulis dapat sampaikan pada posting kali ini. Tentunya penulis sadar dengan keadaan diri sendiri yang tidak lebih baik dari apa yang ditulis. Hanya sekedar memenuhi kewajiban saja untuk saling mengingatkan sambil terus belajar dan belajar. Semoga dari yang sedikit itu dapat bermanfaat dan mohon maaf penulis sampaikan apabila ada kesalahan.


Terakhir kali ada sebuah kutipan dari Bapak Mario Teguh:
"CARA TERBAIK untuk MEWUJUDKAN IMPIAN kita adalah SEGERA BANGUN dan BEKERJA KERAS. Mudah-mudahan ANDA termasuk pribadi yang SIBUK.
Karena, DIA yang LEMAH dan paling KECIL – tetapi SIBUK, akan LEBIH BERHASIL daripada DIA yang KUAT dan CERDAS tetapi LAMBAN dan MALAS.
MEMILIKI IMPIAN YANG BESAR ATAU TIDAK, TUGAS KITA ADALAH MEMULAI, MELANJUTKAN, BERTAHAN, DAN MENERUSKAN. TUGAS KITA BUKANLAH UNTUK BERHASIL. TUGAS KITA ADALAH UNTUK MENCOBA…!!"


Selamat beraktivitas dan tetap semangat...!!


Semarang, 14 Maret 2010 3:31 AM
Bahtera Muhammad Adi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline