Judicial restraint merupakan doktrin yang berkembang di Amerika yang merupakan implementasi dari penerapan prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power).1 Dalam doktrin judicial restraint, pengadilan harus dapat melakukan pengekangan diri dari kecenderungan ataupun dorongan untuk bertindak layaknya sebuah "miniparliament".
2 Salah satu bentuk tindakan pengadilan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan parlemen adalah membentuk norma hukum baru ketika memutus sebuah perkara judicial review. Pengekangan semacam ini didasarkan pada kesadaran pengadilan sendiri bahwa pengadilan bukan merupakan lembaga utama (primary custodian) dalam sistem politik di sebuah negara demokrasi.
Namun, doktrin judicial restraint menghendaki prasyarat-prasyarat tertentu agar hakim dan pengadilan lebih berhati-hati dalam melakukan penafsiran hukum hingga dapat membentuk norma hukum yang baru ataupun mengubah makna sebuah norma di dalam Undang-Undang Dasar melalui putusannya.
Judicial restraint menurut Aharon Barak adalah bahwa hakim harus sedapat mungkin tidak membentuk norma hukum baru dalam mengadili sebuah perkara untuk menciptakan keseimbangan diantara nilai-nilai sosial yang saling bertentangan.
Dengan kata lain judicial restraint menghendaki hakim untuk menafsirkan sebuah undang-undang dengan terlebih dulu memperhatikan politik hukum pembentuknya. Judicial restraint terdiri dari berbagai jenis pembatasan bagi pengadilan dalam mengadili perkara-perkara konstitusional (constitutional matters). Jenis-jenis pembatasan tersebut adalah:
1. Pembatasan Konstitusional (Constitutional Limitation)
Pembatasan konstitusional adalah pembatasan yang berdasarkan ketentuan dalam konstitusi atau pemberian kewenangan secara limitatif kepada pengadilan didalam konstitusi.
2. Pembatasan Berdasarkan Kebijakan (Policy Limitation)
Kebijakan ini menekankan bahwa pengadilan seharusnya menemukan makna asli dari sebuah norma dalam undang-undang yang diuji sebelum menentukan mengenai konstitusionalitasnya. Kebijakan ini ditujukan untuk mengetahui maksud asli (original intent) pembentuk undang-undang tentang norma yang dipermasalahkan.
3. Pembatasan Berdasarkan Doktrin (Doctrine Limitation)
Pembatasan berdasarkan doktrin tertentu merupakan implementasi dari prinsip kehati-hatian (prudential principles) hakim dalam memutus sebuah perkara.
Oleh Karena itu mengenai judicial restraint penting untuk diatu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Karena judicial restraint sendiri digunakan agar hakim dan pengadilan lebih berhati-hati dalam melakukan penafsiran hukum, sehingga jika ada peraturan perundang-undang yang mengatur mengenai judicial restraint maka seluruh hakim dan pengadilan akan konsisten menggunakan prinsip tersebut.
Hal tersebut sangat penting diperhatikan mengingat dalam kekuasaan kehakiman tugas hakim sendiri menyelesaikan sengketa yang terjadi di Tengah Masyarakat agar tidak terjadi Tindakan penyelesaian sengketa melalui hal-hal di luar hukum termasuk kekerasan.
Sumber:
Maslul, Syaifullahil. 2022. Judicial Restraint Dalam Pengujian Kewenangan Judicial Review di Mahkamah Agung. Jurnal Yudisial. (15) 3. 385-403
Dramanda, Wicaksana. 2014. Menggagas Penerapan Judicial Restraint di Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi. 11(4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H