Lihat ke Halaman Asli

Merica vs Kepercayaan

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pagi tadi adalah kali yang kesekian aku “bereksperimen” saat memasak. Sederhana, hanya semangkuk sayur sup tahu-tempe. Dulu sebelum menikah, nyaris tak pernah memasak (masakan ini). Maka kupikir adalah suatu ide yang sangat baik bila aku mencari beberapa sumber resep digoogle. Aku berharap bisa mendapat resep yang paling mudah yang bisa kuikuti untuk menyajikan menu makan siang yang sehat buat suamiku.

Ada banyak resep sup yang beraneka ragam. Kupilih salah satu yang sesuai dengan bahan-bahan yang telah kusediakan. Sebagai seorang isteri, adalah satu hal yang wajib bila kita memberikan pelayanan yang terbaik kepada suami, termasuk dalam urusan dapur. Kurangnya pengetahuan dalam ranah ini membuatku tak segan-segan dalam mengumpulkan resep-resep yang pernah kucoba.

Tanpa banyak pikir lagi, kusiapkan semua bahan dan bumbu yang diperlukan. Menurut resep di link tersebut, bawang merah, bawang putih, merica dan daun seledri adalah bumbu dasar dalam membuat sup. Sementara bumbu-bumbu tambahan lainnya adalah bersifat pendukung saja, seperti daun bawang, daun salam dan lain-lain.

Kembali kepada kata “eksperimen” diatas. Dalam hal memasak, aku suka mencoba-coba, yakni mencoba menambah dan mengurangi resep yang kujadikan acuan. Tujuanku tiada lain dan bukan, selain hanya untuk sedikit berinovasi dan berusaha menemukan hal-hal yang baru dalam rasa. Namun kali ini, aku tidak berusaha menambah bahan-bahan lain selain yang ada diresep, aku hanya menambah jumlah merica yang disarankan, berhubung aku sangat suka pedas.

Prosesnya tidak lama, aku hanya butuh waktu + 10 menit saja untuk menunggunya sampai matang. Kita semua tahu bahwa memasak sayuran terlalu lama bukanlah hal yang bagus, karena panas yang tinggi bisa menghilangkan kadar vitamin dan zat-zat yang bermanfaat yang terkandung didalam sayuran tersebut.

Setelah matang, dengan penuh rasa penasaran, sayur tersebut kucicipi. Rasanya lumayan enak, serius! Hanya saja pedasnya terlampau, bahkan hampir mendominasi. Ternyata merica bukanlah hal yang perlu “dieksperimenkan”, meski hanya setengah sendok teh.

Walhasil, sayur sup tahu-tempe itu rasanya super pedas. Bahkan bagi pecinta makanan pedas sekalipun. Aku langsung membayangkan keringat akan bercucuran dari wajah suamiku saat menyantapnya nanti sepulang dari bekerja. Aku takkan tega menyaksikannya. Kesimpulannya, percobaan kali ini, aku gagal total. Poin yang bisa diambil yakni, merica bukanlah suatu benda yang bisa dipermainkan.

Ternyata merica memiliki sifat yang sama seperti kepercayaan. penyalahgunaan merica dalam memasak merupakan hal yang fatal. Seperti sayur sup yang telah dimasak diatas. Meski telah diberi gula, rasa pedas yang memberi rasa tak nyaman dimulut dan perut itu tetap masih terasa. Bahkan ketika kulakukan upaya lain untuk menyelamatkan semangkuksup malang tersebut, dengan cara menambah volume kuah, ternyata itu juga hanya menghilangkan karakter bumbu-bumbu lain yang terkandung didalamnya.

Persis dengan kepercayaan yang diperuntukkan kepada seseorang, apapun bentuk professinya. Seseorang yang, misal, diberi kepercayaan oleh publik untuk memimpin, untuk mengetuai, untuk mengepalai, untuk melatih, untuk mendidik, untuk menjual, untuk menjaga, untuk menyediakan dan lain-lain. Adalah suatu hal yang salah bila seseorang tersebut menjadikan kepercayaan yang telah diperuntukkan atas dirinya itu sebagai batu loncatan semata, guna meraih kepentingan-kepentingan tertentu, yang pada akhirnya ia hanya mengorbankan dirinya sendiri. Ketika kepercayaan itu telah runtuh, maka tak ada satu usahapun yang berhasil membuatnya kembali tegak berdiri sekokoh semula. Maka, merica dan kepercayaan adalah dua hal yang harus digunakan sesuai dengan porsinya masing-masing.

Begitu juga dengan resep masakan dan peraturan, yang kedengarannya seperti tidak memiliki korelasi. Namun resep masakan adalah panduan yang digunakan untuk memasak masakan tertentu, yang didalamnya ada bahan-bahan yang diperlukan, jumlah dan takaran dari bahan-bahan tersebut, serta cara memasaknya. Ketika seseorang memasak tidak sesuai dengan apa yang ada diresep yang ia gunakan, maka kejadiannya akan kurang lebih seperti apa yang saya alami diatas. Sementara peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Tindakan yang dilakukan diluar peraturan tentu saja bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Peraturan memiliki banyak pengertian. Dalam hal memahami makna dari peraturan ini adalah, dengan cara mengembalikan kepada hati nurani kita masing-masing, dimana posisi kita saat ini? Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Peraturan memiliki substansi yang sangat luas, lebih luas dari sekedar resep dan rasa yang hanya dicecap oleh lidah. Manusia punya peraturan bagaimana berhubungan dengan manusia lain serta antara manusia itu sendiri dengan Tuhannya. Resep dan peraturan sama-sama tercipta dari beberapa kalimat yang bersifat prosedural.

Bisakah kita bayangkan seandainya semua kita hidup dalam ketaatan terhadap peraturan? Maka, betapa sunyinya penjara, betapa sepinya media akan berita kriminal, betapa damainya dunia, dan betapa pas serta enaknya semua masakan yang dimasak oleh para pemula sepertiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline