Nama : Bebel Sukandi
NIM : 181010551782
SDM
Krisis Minyak Goreng, Bisnis, dan HAM
KRISIS kelangkaan minyak goreng di pasaran masih belum berakhir. Alih-alih mengatasi akar persoalan, pemerintah malah mencabut ketentuan harga eceran tertinggi minyak goreng di pasaran sehingga harga melambung mengikuti makanisme pasar. Pemerintah dinilai takluk pada kekuatan kartel bisnis minyak goring sehingga mengabaikan hak asasi manusia.
Prinsip Panduan Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau Uniteds Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP), yang disahkan olehMajelis Umum PBB pada 2011 menegaskan tiga prinsip terkait relasi negara, bisnis, dan HAM. Pertama, bisnis wajib menghormati hak asasi manusia, artinya dilarang melakukan tindakan yang akan mengurangi penikmatan HAM seseorang atau masyarakat.
Kedua, pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dari segala bentuk tindakan bisnis yang berpotensi dan telah melanggar hak asasi manusia. Hal ini dilakukan melalui regulasi dan kebijakan pencegahan sampai pada penegakan hukum. Lantas ketiga, pemerintah dan korporasi wajib untuk menyediakan mekanisme pengaduandan pemulihan ketika terjadi pelanggaran hak asasi manusia oleh bisnis. Dengan begitu, masyarakat memiliki kanal saluran ketika hak-haknya dilanggar. Krisis minyak goring terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia sejak Februari 2022. Jikapun saat ini tersedia di pasar atau toko-toko, konsumen harus menebus dengan harga yang mahal, berlipat dari harga biasanya. Pada akhirnya, hanya yang mampu yang bisa membeli. Masyarakat miskin terabaikan.
Di banyak wilayah, masyarakat mengantre untuk membeli minyak goreng yang disediakan pemerintah sehingga mengabaikan protocol kesehatan. Bahkan, ada yang meninggal karena lelah mengantre minyak goreng. Fenomena ini sungguh tragis karena terjadi di Indonesia yang menjadi tempat perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Kelapa sawit adalah bahan dasar minyak goreng. Kartel perkebunan sawit dikuasai oleh segelintir korporasi besar nasional dan internasional. Wilayah konsesi kartel ini tersebar luas di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pun dengan kartel minyak goreng, yang hanya dikuasai oleh segelintir korporasi besar yang sebagian besar terhubung dengan pemilik perkebunan sawit skala raksasa.