Lihat ke Halaman Asli

Nova Warsito

Menulis untuk kenang-kenangan di masa depan :)

Beli Kopi Susu

Diperbarui: 28 September 2019   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Habis isya aku ke kita caffe (nama samaran), kamu kalau mau nyusul aja", kata seorang temanku.

Aku yang masih bermain dengan Pepsi dan Fila (anjingku), masih berpikir, asyik juga nih main ke tempat kopi baru. Pasti tempat gaul nih, aku sudah berpikir pakaian seperti apa yang aku kenakan. Akhirnya aku bergegas membuat makan malam Pepsi dan Fila, dan langsung bergegas pula berganti pakaian ala-ala anak gaoel Yogyakarta. Celana kain warna hitam, kaos hitam dengan tulisan Tasmanian Devil, lengkap sendal diskon dari merk r*by serta jam tangan biar kelihatan lebih keren (konon katanya). Oke, kupastikan adzan isya telah berlalu dan on the way kita coffe.

Konsep bangunan yang dipakai sepertinya seperti bangunan tempat kopi lainnya yang lagi ngetren. Pemilihan warna minimalis hitam, putih, bangunan setengah jadi menurutku ya. Hehehe.... permainan cahaya hangat dari lampu kuning membuat suasana jadi chill chill gimana gitu (aslinya aku bingung chill di caffe di area yang padat seperti ini itu hakikatnya di mana). Okey, bonus informasi parkirannya ini cukup luas untuk kendaraan bermotor dan mobil.

Pintar sekali caffe ini menggunakan pemilihan kursi dan meja yang juga sangat minimalis dan simpel. Tidak ada warna yang mencolok di mata. Oke, ketika memesan minuman wajah masnya tertutup oleh mesin kopi Sinomeli dua portal, ntah masnya yang pendek atau karena mesinnya yang besar. Akhirnya aku memesan kopi susu dengan regal. Aku sudah membayangkan regal itu dihancurkan halus dan rasanya akan benar mix and match antara kopsu dan biskuit regal. And then, minumanku telah siap dinikmati di gelas plastik, dan di atasnya ditaburi dengan serpihan biskuit. Oke secara mata menurutku ini penyajian terburuk dengan tempat yang sebegini menariknya. Aku bersama temanku memilih duduk di ruangan dalam. Suasananya cukup kondusif dengan sedikit musik kekinian dari babang Khalid. Kuperhatikan sekitarku, oke benar seperti dugaanku khas anak mahasiswa Yogyakarta kalau nongkrong dengan kaos hitam, celana jeans, sepatu converse, atau sendal jepit, merokok dan ngevape (ini sesuai dengan kondisi dan situasi disaat saya datang). Lalu, saya tiba-tiba merasa sangat kecil. Jadi sangat kecil.

Kenapa saya merasa kecil ? saya merasa kurang gaul hehehehe. Namun, setelah saya memperhatikan kembali ada juga orang yang datang untuk membuka laptop di sini, sekali lagi ini adalah ruangan yang tidak kondusif pada dasarnya untuk mengerjakan apapun. Apalagi, ada beberapa kelompok anak-anak gaoel yang duduk berkelompok dan saling bersahut-sahutan dengan game di hape mereka. Aku masih melihat beberapa orang yang tidak memainkan game tersebut seperti menjadi pendukung. Okey.

Temanku masih bercerita tentang tempat kerjanya yang baru. Aku tetap menjadi pendengar setia. Hehehe.

Aku pernah berpikir mungkin tempat kopi seperti ini sangat memanen kekayaan yang turah-turah. Bayangkan saja, pergelas minimalnya 28.000 untuk varian signaturenya. Selama 3 jam saya duduk di sini kurang lebih saya menghitung sudah ada 40 orang yang datang dan pergi. Artinya 28.000/cup x 40 buyer = 1.120.000,-,  bayangkan saja karena tempat kopi ini adalah tempat baru kemungkinan 1-3 bulan angka tersebut merupakan angka minimal jumlah buyer. Sehingga, hitungan kasar saya adalah 1.120.000,- /hari x 30 hari = 33.600.000,-. Meskipun itu bukan hitungan bersihnya, namun dengan jumlah segitu, dengan menu yang hanya disediakan adalah minuman, memungkinkan sipemilikinya dapat mengembalikan modal dalam setahun (ini hanya prediksi saya, hal ini bisa saja juga tidak terjadi karena ada perhitungan pambayaran gaji karyawan, bahan minuman dll). Lebih lanjut lagi hitungan saya adalah 33.600.000,- /bulan x 12 bulan = 403.200.000,- ini adalah jumlah dalam setahun. Mengingat-ingat saya punya teman anak barista yang pernah bercerita tentang modal awal tempat kopi dnegan mesinnya untuk kebutuhan bar bisa mencapai 150juta artinya setahun untuk mengembalikan modal tersebut dengan menjual 40 cup perhari modal sudah kembali.

WAAAAUUUUWWW......

Setelah saya berpikir di tengah teman saya yang bercerita tentang pekerjaanya, saya langsung menyipitkan mata dan berkata kepada teman saya. Saya tidak mau minum kopi lagi di tempat ini. Teman saya bertanya kenapa. Dan saya menjawab dengan tegas bahwa saya hanya akan menjadi penyumbang baliknya modal si pemilik tempat kopi ini, dan saya tidak mau dia menjadi mudah untuk mengembalikan modal.

Teman saya terdiam. Saya tersenyum, dan saya berkata "ayo kita buka usaha kopi susu di Yogyakarta".

Teman saya bengong atau terkejut dengan omongan saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline