Racun itu Namanya BUKU
Terlahir sebagai anak desa nun jauh di pelosok NTT sana, buku adalah barang mewah. Saya baru rajin membaca buku saat saya harus merantau di Yogyakarta. Tidak juga termasuk dalam hitungan kutu buku, hanya jika ada judul buku atau ringkasan yang saya intip pada bagian belakang luar buku yang terasa "pas" barulah saya beli, baca dan tidak jarang membagi cerita pada orang- orang dekat, bahkan ada judul tertentu yang tak segan - segan saya berikan cuma - cuma pada teman karena menurut saya sangat bermanfaat.
Dan...ada apa dengan judul saya di ata? Tidak ada kata yang lebih tepat buat saya kecuali itu "racun", yang telah terbukti meracuni kehidupan saya meski bukan dalam hal yang luar biasa. Untuk itu saya sangat berkeinginan untuk berbagi dengan kompasioner yang rela membaca tulisan saya ini, antara lain pelajaran atau manfaat yang telah saya ambil dari membaca Buku :
1. Saya belajar membina dan membentuk Rumah Tangga saya yang berbeda budaya dan latar belakang keluarga hingga saat ini. Saya yang adalah anak Perempuan, dari suku Flores dan menikah dengan laki- laki suku Jawa ( Jawa Tengah). Meskipun baru berusia 21 tahun saya mengalami bahwa, membaca buku banyak membantu saya dalam mengatasi dinamika keseharian kami.
2.Saya belajar mempraktekkan bahwa Pendidikan Anak sejatinya dimulai dari keluarga ketika anak masih usia Dini bahkan sebelum dia lahir. Sampai hari ini saya selalu bersyukur atas seorang Anak kami yang tidak hanya berprestasi secara akademik namun dalam kehidupan hariannya bersosialisasi dengan dunia anak muda dewasa ini, dan harapan kami agar ini bertahan sampai kapanpun.
3.Saya belajar menjadi pribadi yang "kuat", belajar membentuk "pikiran" yang mempengaruhi kehidupan, menghadapi kenyataan hidup, kesulitan dan keceriaan hidup. Banyak hal yang tidak dapat saya uraikan satu persatu, tetapi ada hal yang paling melekat dalam ingatan saya, ketika 6 bulan lewat, menghadapi suami yang tiba- tiba stroke. Kami sekeluarga boleh mengalami mukjizat kesembuhan itu berkat pengobatan dan "kekuatan berpikir" yang tidak pernah bosannya saya tularkan dalam keluarga.
4.Saya belajar bersikap "lepas bebas", ketika saya dan suami menghadapi pilihan anak kami pada sebuah jalan hidup yang tidak sejalan dengan harapan kami. Awalnya begitu berat, namun itu adalah ujian yang mengukur seberapa pahamnya kami akan pelajaran yang kami peroleh dari membaca buku.
5. Yang tidak kalah pentingnya dan yang menggaris bawahi judul tulisan saya di atas, yaitu: Obsesi saya untuk membawa anak-anak di kampung halaman saya, yang adalah harapan dan masa depan bagi kampung, yang dapat mengubah nasib kampung, yaitu memulai sebuah langkah "gila".Mendirikan sebuah tempat baca gratis yang saya namakan "PONDOK BACA PALem" ( Peduli Pendidikan Anak Lembata). Ini adalah racun yang saya dapat dari membaca buku seorang penulis terkenal , Paulo Choelo salah satunya adalah " Sang Alkhemis".
Dan akhirnya......Jika kompasioner tahu di mana tempat saya membuka Pondok Baca ini, saya yakin kompasioner akan membenarkan cap "gila" yang saya pakai di atas. Sampai saat ini saya masih bersemangat untuk tetap mensuport keberadaan Pondok Baca itu, karena saya ingin, anak- anak di sana mengalami hebatnya "racun itu, yang namanya BUKU".
Titip Rinduku untuk anak- anak dekil dan ingusan dan juga bapa- bapa serta mama - mama nelayan yang masih rajin dan rela menyambangi Pondok Baca PALem - Lamalera- Lembata- NTT.
Semangat...!