Dua puluh sembilan tahun sudah pekerjaan ini dijalankan Sigit Nurwiyanto (48). Sejak bujang hingga memiliki cucu, Sigit masih setia dengan kereta kudanya. Pekerjaan ini telah menjadi tradisi di keluarga Sigit. Memang tidak mudah dilakukan, melawan berbagai transportasi yang lebih cepat dan terjangkau. Pengalaman demi pengalaman telah dilalui. Semua dilakukan untuk orang tersayang di rumah.
"Kita gak pernah ambil tindakan apa-apa, tiap orang punya rezekinya masing-masing."
Sigit memulai pekerjaannya pada pukul 7 pagi. Hal ini dilakukan agar sampai di pangkalan tepat pukul 8. Bersama kuda kesayangannya si gembhul, Ia menelusuri kota Bantul menuju Malioboro.
Walau si gembhul sedang mengandung 7 bulan, pekerjaan ini tetap dilakukan. Katanya, untuk olahraga si gembhul. Seperti biasa, Sigit memarkirkan andongnya di depan Hamzah Batik. Namun apabila penuh, Sigit mangkal di depan GPIB Marga Mulya.
Pekerjaan ini dilakukan hingga pukul 1 siang. Walau hari itu tak ada penumpang, Ia tetap pulang. "Saya tidak ada kerjaan sampingan, pekerjaan saya hanya ini," ungkap Sigit.
Sigit bercerita, dirinya pernah merasakan berminggu-minggu tidak ada penumpang. Saat saya tanya kapan itu terjadi, Sigit menjawab pada saat bulan puasa. Namun, kejadian meresahkan itu dibayar saat hari raya Idul Fitri.
Pada hari raya, satu kali tarikan dibanderol harga Rp150.000,00 sampai Rp200.000,00/ satu rute panjang. Untuk rute yang ditawarkan, dari Hamzah Batik menuju Kraton, kemudian ke arah pusatnya Bakpia Pathuk. Setelah itu, menuju Malioboro melalui Pasar Kembang.
Sedangkan pada hari biasa, harga yang diberikan Sigit sebesar Rp100.000,00 hingga Rp150.000,00. Tergantung rute panjang atau pendek yang dipilih penumpang.