Lihat ke Halaman Asli

Selamatkan Karst Rajamandala

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kawasan Karst Rajamandala terdiri dari berbagai situs peninggalan prasejarah. Pertama, terdapat Tebing Citatah. Tebing dengan nama sesuai ukurannya seperti Citatah 125, 30 dan 48 ini merupakan batu gamping yang terangkat dari bawah permukaan laut, hingga menciptakan lipatan-lipatan.

Selain Tebing, di kawasan ini terdapat Gunung Hawu. Menurut Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), Gunung Hawu ini merupakan //Natural Bridge// atau Jembatan Alam. Ke barat lagi, ada Pasir Pabeasan, Pasir Pawon, Gunung Masigit, Karang Panganten, dan Gua Pawon.

Pihak KRCB, Sujatmiko, menyatakan pengrusakan kawasan-kawasan tersebut akibat penggerusan yang dilakukan oleh penambang batu. Tebing Citatah 30 sudah lama rata dengan tanah. Sujatmiko menyatakan, “Gunung Masigit kalau siang aman dari penggerusan, namun pada malam hari, penambang kembali berulah.”

Citatah dengan keelokan pemandangannya, menyimpan jenis batuan yang kaya. Menurut Sujatmiko, terdapat batu kwarsa dan konglomerat yang berusia 64 juta tahun. Pinggir Pasir Pabeasan yang juga merupakan bukit batuan, digerus habis-habisan.

Selama ini beredar kabar bahwa mata pencaharian utama warga Citatah dan sekitarnya adalah menambang batu. Sehingga, pihak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku dilema dalam melarang penambangan. Namun hal tersebut dibantah Yoga, penduduk asli daerah Citatah. “Masyarakat mayoritas bertumpu pada pertanian, di sana terdapat banyak kelompok tani.” Tegasnya. Namun, kata Yoga, akhir-akhir ini masyarakat dialihkan perhatian pekerjaannya pada tambang batu.

Keadaan aman dirasakan di Gunung Masigit, saat siang hari tidak ada penambangan. Namun, pada malam hari penambang dan pabrik membandel sampai pagi. Menurut Ernawan Natasaputra, wakil Bupati Bandung Barat, pengusaha setempat menggandeng perusahaan-perusahaan raksasa untuk upaya penggerusan ini.

Dalam Gua Pawon, terdapat replika kerangka tubuh manusia utuh yang diperkirakan arkeolog berusia 5.660-7.320 hingga 10.000 tahun yang lalu. Di sana juga ditemukan artefak kalseidon dan persenjataan zaman prasejarah.

Menurut geolog, Prof.Kusnaka, Gua Pawon merupakan tempat tinggal nenek moyang. Mereka mencari bahan baku senjata dan peralatan di Gunung Kendan, Garut. Kemudian menjadikan Dago Pakar Bandung sebagai bengkel mengrajin peralatan dan senjata. “Harus ada upaya konkret dari pemerintah menjaga warisan nenek moyang kita.” Harap Kusnaka.

Mamay Salim dari pihak pemanjat tebing, merasa sangat dirugikan dengan pengerukkan tebing-tebing di Citatah. Ia merasa terganggu dan terdzholimi dengan peledakan dinamit yang dilakukan penambang. Menurutnya, Citatah telah melahirkan pemanjat-pemanjat terbaik dari warga sipil maupun militer yang dilatihnya.

Lain lagi pandangan Tisna Sanjaya, budayawan yang juga dosen Seni Rupa ITB. Tisna berharap, masyarakat dapat kembali pada kearifan lokal yang dalam didikan Sunda harus menghormati //kabuyutan//. “Kalau kawasan karst ini dibiarkan begitu saja hingga rusak dan hilang, masyarakat sekitar akan jadi kanibal-kanibal.” Ia lalu mencontohkan kasus Tangkubanparahu, Cihampelas, Punclut dan situs-situs alam yang berubah jadi apartemen atau tempat hiburan.

Lewat diskusi upaya penyelamatan kawasan ini (10/6) lalu, Wakil Gubernur Jabar mengundang Kepala ESDM, BPLHD, dan para pencinta lingkungan untuk membuat komitmen. Pihaknya dengan Disbudpar berencana mengalihkan pola industry masyarakat Citatah menjadi pengolah kawasan wisata.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline