Lihat ke Halaman Asli

Benny Dwika Leonanda

Dosen Universitas Andalas Padang

Perang Proksi: Pertarungan Bayangan di Era Modern

Diperbarui: 7 Juni 2024   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi:Pertempuran di pedesaan. AI image. Shakker.ai

Perang proxy atau perang proksi adalah konflik antara dua negara atau kelompok negara yang tidak bertempur secara langsung, melainkan melalui pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa berupa negara lain, kelompok bersenjata, atau organisasi non-pemerintah yang bertindak atas nama pihak-pihak utama yang berseteru. Perang proxy sering terjadi dalam konteks geopolitik di mana kekuatan besar enggan atau tidak bisa terlibat secara langsung dalam konflik, disebabkan berbagai alasan seperti diplomasi, ekonomi, atau risiko eskalasi perang yang lebih luas. Bagaikan pertarungan bayangan di era modern, dua kekuatan besar saling beradu kekuatan, bukan dengan bentrokan senjata secara langsung, melainkan melalui pihak ketiga. Ibarat bermain catur, mereka menggerakkan pion-pion mereka di medan perang, mempertaruhkan pengaruh dan ideologi tanpa terikat konsekuensi perang terbuka. Perang proksi dalam membentuk konflik bersenjata yang melibatkan lebih dari dua aktor negara atau non-negara, di mana negara-negara yang menggunakan pihak ketiga sebagai "proxy" dibutuhkan untuk memperjuangkan dan mempertahankan mereka.

Perang proxy 

Perang proxy berasal dari kata "proxy" yang berarti wakil atau perantara, merupakan konflik bersenjata di mana dua pihak yang bermusuhan tidak terlibat secara langsung, melainkan menggunakan negara atau kelompok lain sebagai proksi untuk mencapai tujuan mereka. Dalam konteks perang, proxy merujuk pada pihak ketiga yang berperang atas nama pihak lain. Perang proxy memungkinkan negara atau kelompok yang berseteru untuk mencapai tujuan mereka tanpa harus terlibat langsung dalam pertempuran, mengurangi risiko dan biaya yang terkait dengan konflik langsung. Namun, perang jenis ini sering kali memperpanjang konflik dan menyebabkan penderitaan yang luas bagi pihak-pihak yang terlibat langsung. Pihak-pihak yang terlibat dalam perang proxy sering kali memiliki kepentingan geopolitik atau ideologis yang berbeda, dan mereka melihat perang proxy sebagai cara untuk mencapai tujuan mereka tanpa risiko perang terbuka yang lebih besar. Perang proxy melibatkan negara-negara besar yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik, tetapi mendukung pihak-pihak yang bertempur di medan perang. Aktor-aktor dalam perang proxy bisa berupa kelompok pemberontak, milisi, atau negara-negara kecil yang mewakili kepentingan negara besar.

Perang proxy telah menjadi bagian integral dari sejarah manusia, terutama selama periode Perang Dingin ketika dua superpower, Amerika Serikat dan Uni Soviet, bersaing untuk pengaruh global tanpa bentrokan langsung. Sejarah penuh dengan contoh perang proksi yang telah membawa dampak signifikan bagi dunia. Perang Dingin, misalnya, menjadi era yang diwarnai dengan serangkaian perang proksi di berbagai belahan dunia. Amerika Serikat dan Uni Soviet saling mendukung pihak-pihak yang bertikai di Korea, Vietnam, dan Afghanistan, dan negara-negara lain dalam upaya untuk menyebarkan pengaruh mereka dan melawan ideologi yang berlawanan. Salah satu contoh paling terkenal dari perang proksi adalah Perang Saudara Vietnam (1955-1975). Amerika Serikat mendukung Vietnam Selatan, sebuah negara anti-komunis, melawan Vietnam Utara yang komunis, yang didukung oleh Uni Soviet dan Tiongkok. Perang ini berlangsung selama 20 tahun dan menelan banyak korban jiwa, baik dari pihak Vietnam maupun dari Amerika Serikat.

Perang Korea (1950-1953)

Perang Korea (1950-1953) adalah salah satu contoh awal dan jelas dari perang proxy antara Uni Soviet dan Amerika Serikat dalam konteks Perang Dingin. Konflik ini bermula ketika Korea Utara, yang didukung oleh Uni Soviet dan China, menyerang Korea Selatan. Amerika Serikat, di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), segera memberikan bantuan militer kepada Korea Selatan untuk menahan invasi tersebut. Meskipun Uni Soviet tidak terlibat langsung di medan perang, mereka memberikan dukungan signifikan dalam bentuk persenjataan, pelatihan, dan penasihat militer kepada Korea Utara. Dengan demikian, perang ini menjadi medan pertempuran tidak langsung antara dua superpower, masing-masing berusaha mempertahankan dan menyebarkan ideologi mereka---komunisme dan kapitalisme.

Perang Korea memperlihatkan bagaimana negara-negara besar menggunakan pihak ketiga untuk memperjuangkan kepentingan geopolitik mereka tanpa terlibat langsung dalam pertempuran. Meskipun terjadi banyak pertempuran sengit dan korban yang besar di pihak Korea Utara dan Selatan, baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet berhasil menghindari konfrontasi militer langsung yang bisa memicu perang global. Perang ini berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1953, namun tanpa perjanjian damai resmi, sehingga Korea tetap terbagi menjadi dua negara yang bermusuhan hingga hari ini. Konflik ini menunjukkan bagaimana perang proxy dapat memperpanjang dan memperdalam konflik lokal dengan dampak jangka panjang yang signifikan.

Perang Vietnam (1955-1975)

Perang Vietnam (1955-1975) adalah contoh signifikan dari perang proxy antara Uni Soviet dan Amerika Serikat selama Perang Dingin. Konflik ini terjadi antara Vietnam Utara yang didukung oleh Uni Soviet dan Tiongkok, melawan Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Amerika Serikat, yang berusaha mencegah penyebaran komunisme di Asia Tenggara, memberikan dukungan militer, ekonomi, dan politik yang besar kepada pemerintah Vietnam Selatan. Sebaliknya, Uni Soviet dan Tiongkok memberikan bantuan berupa senjata, pelatihan, dan dukungan logistik kepada Vietnam Utara dan Viet Cong, sebuah gerakan pemberontak komunis di Vietnam Selatan.

Perang Vietnam memperlihatkan bagaimana kedua superpower menggunakan pihak-pihak lokal untuk memperjuangkan kepentingan ideologis dan geopolitik mereka tanpa terlibat dalam konfrontasi langsung. Perang ini berlangsung selama dua dekade dan menyebabkan kerugian besar, baik dari segi nyawa maupun sumber daya, di kedua belah pihak. Akhirnya, Amerika Serikat menarik pasukannya pada tahun 1973 setelah Perjanjian Damai Paris, dan pada tahun 1975, Vietnam Utara berhasil menguasai seluruh Vietnam, menyatukan negara tersebut di bawah pemerintahan komunis. Perang ini meninggalkan dampak yang mendalam dan berkepanjangan, tidak hanya bagi Vietnam tetapi juga bagi kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan stabilitas geopolitik di kawasan tersebut.

Perang Afganistan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline