Masalah pecahnya pipa Nordstream dipakai sebagai alat geopolitik untuk menyerang pihak musuh sebagai pihak yang bertanggung jawab. Padahal masalah pecahnya pipa adalah hal yang biasa di engineering. Seperti runtuh jembatan akibat banjir atau rubuhnya sebuah bangunan akibat gempa bumi, tidak ada yang istimewa dengan hal itu. Tidak bisa menyalahkan orang-orang di hulu sungai terlalu sering menebang pohon mengakibatkan banjir, atau tetangga di sebelah rumah terlalu sering jogging sehingga rumah runtuh akibat gempa.
Tidak satupun individu, organisasi, atau negara yang dapat dituduh sebagai pelaku. Masalah ini murni masalah desain engineering yang tidak mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin bisa terjadi akibat gagalnya struktur konstruksi menerima beban. Bagaimanapun, hasil karya engineering sering kali tidak sempurna, selalu ada saja yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Mungkin saja karena masalah ekonomi, atau kebijakan dari pemilik, pengguna, atau pelaku pembangunan jalur pipa tersebut. Tidak ada yang bersalah dalam hal ini.
Pipa Nordstream berada dalam keadaan terbenam di dalam laut, terbentang dengan jarak penuh 1.224 kilometer melalui Laut Baltik dari Vyborg, Rusia ke Lubmin dekat Greifswald, Jerman dalam keadaan bertekanan tinggi, dengan tekanan desain beroperasi pada 220 bar yang berasal dari tekanan kompresor canggih Gazprom. Dengan keadaan demikian pipa tersebut dioastikan berada pada permukaan tanah, dan makin lama makin terbenam di dasar laut dan menyatu dengan lempeng bumi di sepanjang pipa itu terbentang.
Pada tanggal 26 September 2022, ditemukan kebocoran di pipa gas bawah laut Nord Stream 1 dan 2, yang terletak di dekat Denmark dan Swedia. Kebocoran tersebut ditunjukan dengan adanya gelembung-gelembuh gas dalam berberbentuk butiran halus halus air laut. Hal tersebut terlihat jelas dari berbagai video dan gambar-gambar di berbagai media sosial yang memberitakan hal tersebut. Kebocoran tentu saja terjadi karena terdapatnya kerusakan struktur, atau dinding pipa robek, atau pecah akibat pembenanan yang berlebih pada pipa.
Pada saat itu pipa beroperasi dengan tekanan 105 bar, dan setelah terjadi kebocoran tekanan tersisa pada 7 bar. Tentu saja hal demikian terjadi karena dalam pipa di bawah permukaan laut berada pada kedalaman 70 meter, dan bertekanan 7,036 bar. Pada saat beroperasi keadaan pipa berada pada tekanan tersebut cukup rendah karena berada sekitar 3.7 s/d 3.8 kali menyebabkan pipa terdefleksi atau gagal, Sementara desian dari pipa tersebut diperkirakan berada pada 1.5 s/d 1.8 dan mungkin paling besar 2.0.
Kondisi itu sangat jauh di atas kemampuan pipa menahan tekanan gas yang berada di dalam pipa. Akan tetapi pertanyaannya kenapa pipa bisa gagal pada saat beroperasi? Tentu saja hal tersebut disebabkan adanya pembebanan lain pada dinding pipa yang berasal dari luar sistem pemipaan tersebut. Sehingga berbagai pihak menduga telah terjadi sabotase pada pipa tersebut, dan dilakukan oleh perbuatan yang disengaja. Sehingga masalah ini yang pada mulanya berasal pada masalah engeineering digiring ke masalah geopolitik oleh pihak=pihak yang bersiteru terhadap keberadaan pipa gas tersebut.
Pembebanan eksternal bukan saja berasal dari pukulan, jejatuhan bebatuan, atau pun ledakan pada pipa. Banyak faktor lain yang mengakibatkan pipa tersebut pecah. Pada prinsipnya dinding pipa terbebani oleh tegangan yang melebihi kemampuan pipa menahan beban sehingga berada dia atas tegangan fracture. Pipa terputus atau pecah dan menghasilkan kebocoran, gelembung-gelembung gas keuluar dan sampai kepermukaan air laut.
Dari sekian banyak kemungkinan yang terjadi salah satunya adanya pergerakan lempeng bumi. Bagaimanapun bumi berputar, dan air laut bergerak akibat adanya evolusi dari bulan, dan beban angin pada permukaan laut yang semua mengakibatkan adanya arus air laut, Dan hal yang lain lempeng-lempeng bumi selalu bergerak walaupun lautan Baltik adalah daerah yang stabil dari pergerakan seimic pada permukaan bumi, namun adanya efek benua pasti ada pergerakan. Oleh karena ada pergerakan tersebut, pipa yang terbentang pada permukaan laut akan terbawa dan berpindah tempat.
Oleh karena begitu panjangnya pipa, dapat diduga lempeng bumi pada permukaan laut Baltik tidak bergerak satu arah. Ada saja bagian yang berlawanan arah atau menjauh atau mendekat, pipa tertarik dan atau terdorong sehingga meregang dan atau melengkung sekaligus dan akhirnya putus atau pecah. Oleh karena fenomena tersebut adalah fenomena regional (laut Baltik) maka pipa tersebut akan terbebani seluruhnya, dan pipa-pipa yang mengalami kegagalan harus terjadi pada semua pipa. Kenyataan yang terjadi kebocoran terjadi pada dua jalur pipa, pipa Nordstream 1 dan 2. Masing-masing jalur mempunyai dua pipa, A dan B. Kebocoran pada awalnya terdapat 3 tempat yang mempunya gelembung gas pada permukaan air laut, dan kemudian dilaporkan bertambah satu lagi. Sehingga lengkap 4 buah pipa sudah mengalami kegagalan.
Jika bocornya pipa merupakan peristiwa yang disengaja maka hampir bisa dipastikan kejadian tidak terjadi pada keseluruhan pipa. Sangat sulit menempatkan bahan peledak, atau mengoperasikan peralatan yang memberikan tekanan berlebih pada pipa di kedalaman 70 meter di bawah permukaan laut sekaligus. Pada saat pipa pecah akibat pergerakan lempeng bumi menghasilakn ledakan yang sangat kuat. Gelombang seismik pasti terjadi, dan menghasilkan getaran yang cukup besar pada lokasi sersebut.