Lihat ke Halaman Asli

Benny Dwika Leonanda

Dosen Universitas Andalas Padang

Minyak Goreng

Diperbarui: 2 Mei 2022   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Adalah pertama kali dalam sejarah pemerintah Indonesia mem-banned ekspor dari produksi dalam negeri. Melarang total penjualan seluruh produk kelapa sawit dari hulu sampai ke ilir. Tercatat bahwa produk tersebut adalah minyak goreng, CPO, dan seluruh produk turunannya. 

Satu-satunya yang belum dilarang adalah ekspor dari tandan mentah kelapa sawit. Pelarangan ini sempat mempunyai dua sisi ambigue dan membingungkan setiap orang antara di larang atau tidak untuk produksi produk tertentu dari kelapa sawit. 

Pada awalnya palarangan diumumkan oleh Presinden Republik Indonesia pada  22 April 2022 secara langsung  tentang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng (diinterprestasikan sebagai CPO). 

Kemudian tanggal 26 April diumumkan pembatalan terhadap palarangan CPO dan yang dilarang hanya hanya minyak goreng dan produk produk olahan pembuatan minyak goreng yaitu Refined, Bleached, Doedarize (RBD) Palm Olien, dan sementara minyak kelapa sawit mentah, CPO menjadi bagian keputusan tersebut. Namun sehari setelah itu informasi jadi berubah,  larangan berlaku untuk semua produk dari hulu sampai dengan hilir produksi kelapa sawit, yaitu mulai dari CPO, RBD Palm Olein, Pome. 

Bahkan  minyak goreng bekas (Used Cooking Oil) juga termasuk dalam larang untuk ekspor. Kontan saja pengumum ini membuat pasar minyak goreng dunia menjadi kritis, dan memicu kelangkaan diberbagai pasar di Eropa, India, dan tempat-tempat lain di dunia.

Sebetulnya produksi CPO dan minyak gereng yang berasal dari kelapa sawit sejak lama telah ditentang oleh Uni Eropa. Sejak tahun 2020 Uni Eropa telah melarang pemasaran produk kelapa sawit, dan produk-produk turunannya, seperti kosmetik, obat-obatan, dan olahan lain. 

Seluruh produk kelapa sawit mereka banned secara kolektif dan tidak dijual di pasar Eropa. Tidak heran hampir tidak ditemukan diberbagai super market dan mini market di Eropa. Mereka menggunakan produk labeling, memberi label yang menjelaskan bahwa asal dari bahan pembuat produk yang dijual di pasar. 

Setiap produk harus mencantumkan bahan pembuat produk. Misal minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit harus mencantumkan berasalh dari kelapa sawit (palm oil) demikian juga dengan produk-produk lain seperti margarin, obat-obatan, dan kosmetik, sehingga tidak mendapat tempat di masyarakat Eropa. 

Hal itu juga berlaku untuk semua negara yang menggunakan kelapa sawit sebagai produk mereka. bukan saja Indonesia. Setiap negara yang memakai kelapa sawit untuk bahan baku produksi mereka akan mengalami masalah pemasaran yang sama, dan tidak dibeli dan tidak dijual oleh masyarakat Eropa.

Pelarangan minyak goreng dan produk-produk terkait kelapa sawit di Eropa tidal lebih dari isu peralihan fungsi lahan hutan menjadi kebun sawit (deforestiasasi). Isu yang dipakai adalah pemanasan global dan perubahan iklim, serta proses pengolahan lahan dengan cara membakar lahan yang menghasilkan kabut asap dengan jumlah besar dan tidak terkendali. 

Bagaimanapun yang terbakar bukan saja tumbuhan dipermukaan tanah, namun juga lahan gambut yang berada jauh di dalam tanah. Sehingga menghasilkan asap tebal dalam hitungan bulanan di daerah yang terbakar. Larangan tersebut cukup efektif, sehingga setiap orang di Eropa menganggap minyak goreng dari kelapa sawit tidak baik dan tidak sehat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline