Bacaan Rabu 22 Desember 2021
Luk 1: 46 Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, 47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, 48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, 49 karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. 50 Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. 51 Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; 52 Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; 53 Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; 54 Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, 55 seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." 56 Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.
Renungan
Ketika istri positif mengandung anak pertama, ungkapan iman pemazmur "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya"(Mz 139:14), menjadi aktual. Hamil, bukan perkara biologis semata. Mengandung bukan masalah pertermuan sperma lelaki dengan ovum perempuan belaka. Kejadian anak manusia adalah dahsyat dan ajaib. Berbadan dua adalah peristiwa yang menyentuh relung-relung hati terdalam, relung kemanusiaan. Menyangkut relasi dengan Hyang ilahi. "mBobot", menjadi rahim, tempat in de kost benih kehidupan-Nya merupakan peristiwa iman.
Bacaan Injil hari ini menarasikan kidung pujian Maria, setelah mengalami perjumpaan iman dengan Elisabet. Selama live in di tempat Elisabet beberapa bulan, disamping begitu mengharu biru, juga semakin membawa pencerahan batin, membuka cakrawala kebenaran spiritual bagi Maria. Bersama Elisabet, Maria mengalami menjadi "laboratorium" kehidupanNya
Pengalaman tinggal bersama Elisabet, menghasilkan kesimpulan iman. Sikap dasar pengaminannya terhadap kehendakTuhan "Aku ini hamba Tuhan jadilah padaku menurut perkataan-MU" berdampak. Berbuah sukacita.
Sukacita Maria semakin memampukannya menemukan karya Allah dalam diri pribadinya, dalam diri mereka yang congkak bermental tuan majikan dan dalam diri mereka yang papa sebagai hamba hina dina sahaja.
Dalam dirinya, Maria mengalami Allah sebagai Yang Kudus. Ia mengingat rahmat-Nya. Tidak lupa apalagi lalai dalam kasih sayang-Nya. Ia memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Dengan kuasa Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadanya. Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. "Jiwaku memuliakan Tuhan. Hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku. Segala keturunan akan menyebut aku berbahagia".
Dalam diri mereka yang pongah, Maria mengalami Allah yang memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya. Allah mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hati. Menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhta. Menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa.
Dalam diri mereka yang rendah, Maria mengalami Allah yang mengangkat dan meninggikan. Allah melimpahkan segala yang baik kepada yang lapar. Menolong Israel, hamba-Nya.
Pengalaman Maria itu semestinya menjadi prototipe pengalaman iman kristianitas. Sebagaimana Maria dalam Roh Kudus, sukacita mengalami bersama dan bersatu dengan Yesus, Allah Juruselamat, demikianlah orang kristiani mesti mengalami-Nya. Di dalam Maria, sukacita kristiani mendapatkan fundasi kuat pijakan.