Lihat ke Halaman Asli

Maukah Melakoni Gaya Hidup Kekristenan?

Diperbarui: 1 November 2021   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bacaan Senin 1  November 2021

Mat 5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. 2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: 3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. 5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. 6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. 7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. 8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. 9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. 10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. 12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Renungan

"Lamun sira sekti, aja mateni. Lamun siro banter, ojo ndhisiki. Lamun sira pinter ojo minteri ". Tiga kearifan lokal Jawa "diugemi" dijunjung tinggi dan dihidupi oleh Presiden Jokowi. Meski kamu sakti, jangan membunuh. Meski berkuasa jangan menjatuhkan, bertindak semena-mena. Meski kamu cepat, jangan  mendahului. Dan meski kamu pintar, jangan meggunakan kepintaran untuk "ngakali", "ngguroni", menasihati  untuk mencari keuntungan sendiri.

Filosofi itu mengungkapan kebenaran dalam kehidupan. Mereka yang menghayati filosofi ini, hidupnya terkendali, tidak "grusa-grusu", rendah hati, terbuka dan sederhana. Ketika bertindak salah langsung mengakui kesalahan dan minta maaf. Hidup lurus, jujur, tidak menggunakan "aji mumpung", senyampang kuasa memperkaya sendiri dan keluarga. "Rame ing gawe, sepi ing pamrih", kerja dan kerja,  tanpa pamrih.  Jernih dalam sikap, tanpa niat jahat di balik opsi yang diambilnya. Suka memperbanyak kawan, merangkul yang melawan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, kebaikan dan kepentingan bersama. Memimpikan terwujudnya masyarakat ideal "tata titi tentrem karta raharja, gemah ripah loh jinawi, sarwa subur kang tinandur, sarwa sembada kang sinedya", masyarakat adil makmur merata lahir batin material spiritual. Meski dinyinyiri, diremehkan, dilecehkan, disalah pahami, di"ogrok-ogrok", berulang kali diminta mundur, dipermalukan, disebut "plonga-plongo", toh tetap tatag tangguh tanggon tahan banting, tahan uji. Punya keyakinan kuat bahwa pada saat-Nya Sang Kebenaran binabar, lahir dan ke luar sebagai pemenang. "Ngluruk tanpa bala. Sugih tanpa bandha. Menang tanpa ngasorake". Menyerbu tanpa pasukan. Kaya tanpa harta, Menang tanpa mengalahkan.

Bacaan Injil hari ini juga menarasikan suatu kebenaran eksistensial kehidupan. Siapa yang lazim disebut berbahagia? Mereka yang serba  lebih. Lebih kaya, kuasa, pintar, rupawan, tenar, tinggi, kuat, besar, banyak, menang, sehat dll. Tertutuplah pintu kebahagiaan bagi mereka yang serba kekurangan. Mereka yang miskin, lemah, bodoh, buruk rupa, kerdil, kecil, sedikit, kalah, sakit, dll. Kebahagiaan yang sepenuhnya dilandaskan pada yang serba material lahiriah, kasat mata. Kebenaran ini sudah begitu masuk merasuki jiwa sukma banyak orang. Sehingga mereka yang tidak mampu memenuhi kriteria umum kebahagiaan, tidak mungkin bahagia. Serba celakalah mereka.

Yesus mewartakan kebenaran baru dalam kehidupan, kebahagiaan alternatif. Tawaran kebahagiaan-Nya begitu kontras. "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang murah hati, yang suci hati, yang membawa damai, yang dianiaya oleh sebab kebenaran, yang karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat".

Tolok ukur  kebahagiaan bukan fisikal. Kunci kebahagiaan-Nya terletak pada sifat pilihan yang diambilnya, yaitu yang serba  positif, baik, benar, bagus elok indah. Siapapun yang memilih hal positif, baik, benar, bagus elok indah, pasti memetik kebahagiaan. Kebahagiaan tidak lain sebagai buah, dampak dari sikap, perilaku, tutur kata dan tindakan positif baik, benar, bagus elok indah.

Kebahagiaan semakin full, utuh penuh menyeluruh, manakala meski sebenarnya dapat memilih yang negatif, jahat, sesat nekat ngawur tak teratur, namun tetap memilih yang sebaliknya. Meski mampu menampar untuk membalas orang yang telah menamparnya, meludahi yang meludahinya, namun justru memilih membaiki mereka yang menjahatinya, wauw ada sukacita luar biasa. Ini misteri kebahagiaan yang diwartakan Yesus. Kebahagiaan alternatif, sebuah kebenaran eksistensial kehidupan.

Dengan narasi kebahagiaan itu, orang beriman memberikan kesaksian iman akan kehidupan yang  dialami-Nya. Yesus yang miskin, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang murah hati, yang suci hati, yang membawa damai, yang dianiaya   dicela  dan  difitnahkan segala yang jahat oleh sebab kebenaran, yang mati disalibkan, telah melakoni semua yang serba positif, baik, benar, bagus elok indah. Dan sungguh membuahkan  kebangkitan, kemenangan kehidupan, kemuliaan. 

Yesus bukanlah pribadi bertipe "gajah diblangkoni, bisa  khotbah ra nglakoni", pintar khotbah, namun sikap perilaku tutur kata dan tindakannya amburadul, ngawur, bejat, sesat penuh maksiat, bertolak belakang dengan isi ceramahnya. Dalam Yesus, kata dan tindakan sungguh menyatu, asli, sejati, benar, baik bagus elok dan indah. Tidak ada kepalsuan pada-Nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline