Lihat ke Halaman Asli

Gusti Ora Sare!

Diperbarui: 20 Juni 2021   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Minggu 20 Juni  2021

Mrk 4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." 36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. 37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" 39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"

 

Renungan

Pengalaman masa kecil di kampung. Belum ada listrik. Malam hari gelap.  Ada kebiasaan doa bersama setiap  malam minggu. Tempat doa bergiliran, berkeliling dari rumah umat yang satu ke rumah berikutnya. Suatu ketika giliran tempat doa berada di kampung saya. Timbul keusilan beberapa teman sekampung, untuk menakut-nakuti teman dari kampung lain saat nanti malam menghadiri doa bersama. Maka dibuatlah hantu-hantuan kelelawar dari sarung yang diisi beberapa batu pemberat. Kelelawar ini digantung pada pohon nangka yang berada di tepi lurung, jalan masuk menuju kampung. Kelelawar ini diikat dengan kenur, tali dari serat rosela.  Saat malam tiba, rombongan teman dari lain kampung berdatangan. Saat mereka berjalan melintas di dekat pohon itu, tali kelelawar ditarik dari kejauhan. Mereka pada berteriak lari ketakutan, karena tiba-tiba mendengar suara gesekan ranting dan dedaunan nangka yang bergerak-gerak.

Bacaan Injil hari ini menarasikan perihal ketakutan dan ketidakpercayaan murid-murid Yesus saat taufan menimpa mereka. Teman-teman saya pada berteriak lari ketakutan karena mereka dalam kegelapan malam, berada pada situasi yang tidak jelas. Coba itu dilakukan siang hari, pastilah mereka tidak berteriak-teriak lari ketakutan. Demikian halnya pada murid-Nya, saat dalam kegelapan petang, tertimpa taufan. Mereka takut akan binasa, padahal Yesus berada dalam satu perahu dengan mereka. Yang mereka tahu Yesus berada di buritan sedang tidur. Ternyata Yesus masih tetap asing,  belum atau tidak mereka kenali. Siapa Yesus sesungguhnya?

Kualitas murid-murid Yesus mesti berbeda dengan orang banyak. Yesus mengajak mereka untuk secara pribadi dan bersama mengalami-Nya. "Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu".  Yesus membina mereka secara khusus. Dipisahkan dari orang banyak, untuk mengalami makna hidup bersama-Nya.

Pembinaan dalam hidup konkret. Waktu hari sudah petang, naik perahu kena taufan..  Kata petang dapat dikaitkan dengan suasana gelap, remang-remang, kabur, samar-samar, tidak jelas, hal yang jahat. Ganasnya kekuatan taufan dilukiskan dengan mengamuk sangat dahsyat, ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Kekuatan alam, taufan menjadi kekuatan perusak, penghancur, pembunuh, pembinasa. Murid-muridNya melihat bayang-bayang bahaya kematian mendatanginya. Kebersamaan dengan  Yesus tak berdampak. Mereka, murid dan Yesus  akan bersama binasa oleh taufan. Mereka menggugat keberadaan Yesus. "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"

Dengan  menggugat-Nya ketika mereka menghadapi taufan, badai prahara kehidupan, segera nampaklah seberapa baik kualitas murid-murid-Nya. Mereka bagai benih yang  jatuh dipinggir jalan, di tanah berbatu, di tengah semak berduri, bukan benih yang jatuh di tanah yang baik.  Dengan menggugat-Nya berarti mempertanyakan dampak kehadiran-Nya, keberadaan-Nya, kebersamaan-Nya. Dinarasikan pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Kehadiran-Nya tak berarti. Penyertaan-Nya tidak ada, tak berdampak. Yesus malah tidur, seakan mati, punya mata tak melihat, punya telinga tak mendengar, punya mulut tak bicara, buta, tuli, membisu, santai, lalai, abai, apatis, acuh tak acuh, dingin, tawar hati, tak berdaya, tak berkekuatan, tak punya kuasa. Siapa Yesus sesungguhnya?

Murid-murid-Nya membangunkan Yesus. Iapun bangun, bangkit, berbuat, bergerak, beraksi, bertindak.  Ia menghardik,  mengata-ngatai dengan kata-kata yang keras,  angin taufan yang mengamuk sangat dahsyat itu. Dan kepada danau Ia menyuruh: "Diam! Tenanglah!"  Menyuruh berarti, menguasai, membawahkan, mengalahkan dengan kata-kata. Sabda-Nya terjadi, terlaksana nyata. Angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Yesus bersabda dan terjadi. Siapa Yesus sesungguhnya?

Dengan tindakan-Nya itu, Yesus membuka selubung diri, mewartakan siapa sesunguhnya diri-Nya. Yesus yang bersama murid-murid-Nya,  yang diketahui sebatas tidur di buritan,   adalah DIA yang berkuasa atas kuasa alam, yang unggul mengalahkan kuasa gelap, yang menang melawan kuasa jahat. Yesus yang tidur di buritan, mesti dialami secara pribadi maupun bersama sebagai Allah benar, penguasa langit bumi. Sebagai Allah yang masuk dalam sejarah manusia, menyertai manusia dengan kuasa dan kasih-Nya. Sebagai Allah yang tidak tidur, tidak lalai dan abai, Allah yang begitu peduli kehidupan manusia terutama di saat gawat darurat. Para murid mesti mengalami bahwa bersama Yesus tidak akan pernah binasa, sekalipun ditimpa tsunami kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline