Lihat ke Halaman Asli

Pembunuh Itu Bernama Cinta

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

ku sampai pada titik itu.. Ketika hati tak lagi ku dengar. Ketika tak lagi ku pedulikan nafasku. Jengah dengan segala rasa sakit.  Dengan memar sisa luka kemarin. Yang kini ku rintihkan adalah mengapa kita harus bertemu..

Pandainya kamu bermain lidah tak sadar menusuk dari belakang. Mudah sekali kata maaf itu keluar semudah kamu melakukan kesalahan lagi. Seribu kali aku memaafkan namun seribu kali juga kamu buat kesalahan.

Aku bukanlah pangeran dalam mimpi yang bisa membahagiakan dan bersamamu hingga akhir hayat. Aku juga bukan matahari yang bisa menghidupi duniamu. Aku hanya orang bodoh yang mau saja kau injak tanpa bisa ku tolak.

Sudah bunuh saja cintamu. Karena itu bukan cinta yang membangkitkan, itu hanya neraka penuh kebencian. Bisa saja aku pergi namun jeratmu makin mengunci tanpa bisa aku bernafas. Jadi lupakan saja nafas yang pernah aku hirup untukmu..

Apalagi yang kamu buat. Tak cukup kah semuanya menjadi rumit. Kamu datang lagi untuk menghancurkanku seperti saat aku menghancurkan hatimu. Ok, anggap saja aku gila. Tanpa kamu datangpun aku akan berantakan semua sisa hidupku. Karena sejak pertama kamu sudah menjadikan ku mayat. Aku telah lama mati..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline