Sebagai warga negara yang baik, saya ingin mengingatkan bahwa dalam Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dijabarkan dengan sangat jelas bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Itulah kata-kata syahdu didalam Konstitusi negara saya berada. Artinya bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan pendidikan yang baik dan berkualitas tanpa terkecuali. Kaya atau miskin tidak ada diskriminasi di satu pihaknya.
Namun kata tak seindah dengan kenyataan yang ada. Bilamana kampus sudah menjadi lahan komersialisasi. Lalu kapitalisme sudah merambah di dunia pendidikan maka bukan lagi tempat untuk menuntut ilmu namun tempat menjajakan dagangan. Pendidikan yang baik tentu harus dibayar pula dengan ongkos selangit.
Kampus-kampus mentereng mematok harga selangit dalam hitungan UKT mereka. Perhitungan besaran UKT ditentukan lewat prodi-prodi yang laris dipasaran. Serta besaran kebutuhan yang akan dilaksanakan dalam proses perkuliahan nanti, praktikum, observasi, dll.
Pada umumnya Perguruan Tinggi Negeri dalam implementasi dibagi menjadi tiga jenis. PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), PTN BLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum, dan terakhir PTN Satker (Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja).
Lalu apa bedanya dari ketiga jenis ini?
PTN Satker semua pengelolaan keuangan masih disubsidi sepenuhnya oleh pemerintah dalam hal ini oleh Kemenristek. Tidak diperkenankan untuk membuat cabang usaha. Sehingga total pemasukan hanya berasal dari UKT mahasiswa dan dana subsidi. PTN kategori Satker umumnya kampus yang masih taraf berkembang dan cenderung masih baru. Sedangkan kampus kita (UTM) ada dalam status ini.
Sedikit lebih maju lagi ada PTN BLU yang mulai mengelola keuangannya secara pribadi namun masih dibantu oleh pemerintah. Artinya PTN BLU diperkenankan untuk membuka cabang jenis usaha dalam menambah finansial kampusnya.
Terakhir adalah PTN BH hanya ada 11 kampus penyandang predikat ini. Umumnya kampus-kampus tenar yang ada di kota-kota besar. Sebut saja UI, UGM, Unair, ITB, UB dll. Semua adalah kampus veteran yang punya predikat mentereng. Mulai dari fasilitas, finansial, tenaga dosen, termasuk mahasiswanya terlihat mentereng semua.
Khusus kampus dengan predikat ini mereka dalam pengelolaan keuangan kampus mulai mandiri. Subsidi mulai dikurangi. Hingga akhirnya pilihan untuk membuka usaha dari swasta pun diperkenankan dibuka. Usaha seperti rumah sakit, hotel, rumah makan, hingga tempat wisata.
Kampus juga dapat dengan mudah menaikan besaran UKT yang tidak manusiawi sebab PTN BH memiliki otonomi khusus. Belum lagi jalur mandiri yang dijadikan ladang mencari pemasukan yang disebut uang gedung atau uang pangkal dengan besaran puluhan sampai ratusan juta. Satu hal yang bisa saya katakan ini ugal-ugalan.