Dibagian belakang SMK Muhammadiyah 1, Pekanbaru terdapat sebuah rumah tua yang menarik. Rumah ini didirikan pada tahun 1900-an awal dengan gaya arsitektur indische. Berdasarkan data BPCB/Badan Pelestarian Cagar Budaya, bangunan ini satu-satunya bangunan bergaya Indische di kota Pekanbaru. Arsitektur Indische dalam bahasa Belanda disebut Nieuwe Indische Bouwstijl. Gaya arsitektur modern diperkenalkan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) antara akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 sebelum Perang Dunia II.
Arsitektur Hindia Baru pada dasarnya merupakan arsitektur (barat) modern awal yang menggabungkan elemen arsitektur lokal, seperti pinggiran atap yang besar atau atap yang menjulang, agar sesuai dengan iklim tropis di Indonesia. Dengan atap genting berwarna merah, pilar-pilar berukuran besar, jendela kayu berjumlah lebih dari empat, dan dinding bercat putih kekuningan rumah ini terlihat gagah. Rumah ini dikenal dengan rumah Tuan Qadhi. Bagi sebagian orang disebut dengan istana Hinggap.
Tuan Qadhi bernama H Zakaria bin Abdul Muthalib, beliau berasal dari Sumatera Utara. Qadhi merupakan gelar yang diberikan oleh Sultan Siak kepada H. Zakaria. H. Zakaria dipercaya oleh Sultan Syarif Kasim II sebagai penasihat raja di bidang agama. Kedatangan kami di rumah ini disambut oleh Om Syahril, menantu dari Tuan Qadhi. Om Syahril seorang pensiunan Pajak yang sudah berumur 70 tahun. Dengan hangat beliau mengajak kami duduk pada kursi di ruang tamu rumah. Pernahkah membayangkan sebuah ruang jamuan makan malam pada abad ke 18 dengan meja melingkar beserta kursi-kursinya. Seperti itulah susunan kursi dan meja di ruang tamu rumah Tuan Qadhi. Om Syahril menceritakan kepada saya dan Mike cerita rumah ini.
Menurut Om Syahril, rumah tuan Qadhi disebut juga istana Hinggap. Pengertian Istana Hinggap disini adalah rumah tempat dimana setiap Sultan Siak datang ke Pekanbaru, beliau menginap. Ada beberapa istana hinggap pada zaman dahulu, namun sayangnya rumah-rumah ini ditelan oleh pembangunan kota. Di rumah Tuan Qadhi, ada sebuah kamar tempat dimana Sultan Syarif Kasim II dahulu sering tidur.
Kamar Sultan berada di bagian kanan rumah agak menjorok kedalam dari ruang tamu. “ Masuklah, lihat kamar Sultan ini” kata Om Syahril seraya membuka pintu kamar yang terbuat dari kayu. Jangan membayangkan ada barang-barang sisa peninggalan Sultan Siak di kamar ini. “ Barang-barang Sultan habis dijarah pada saat Agresi Belanda ke II, tahun 1949. Dipan, baju, dan barang-baran lain semua habis” kata Om Syahril. Pada kamar berukuran 4 meter x 3 meter yang ada sekarang adalah barang-barang modern. “ Jika ingin uji nyali,tidurlah di kamar ini”, kata Om Syahril sembari tertawa terbahak bahak.
Di dalam Istana Hinggap/ Rumah Tuan Qadhi banyak terdapat barang-barang tempo dulu. Diantaranya adalah kursi hadiah Laksaman Raja Di Laut kepada Sultan Siak, foto bersama antara Tuan Qadhi dan Sultan Siak XII saat tuan Qadhi dipanggil ke istana Siak tergantung pada dinding rumah yang dicat putih, piring lama dari Sultan Siak, radio lama, dan tiang utama rumah yang terbuat dari Kayu. Ada yang unik dari tiang ini, pada hari-hari tertentu, tiang kayu ini masih mengeluarkan getah. Rumah ini menjadi saksi bisu perjalanan provinsi Riau, pada saat agresi militer Belanda ke II, tahun 1949. Belanda menjadikan rumah ini sebagai penjara dan rumah sakit. Pada saat rapat pembentukan prov Riau, rumah ini menjadi tempat berlangsung nya rapat pembentukan panitia.
Kami dibawa kebagian dapur rumah. Bagian dapur rumah tuan Qadhi sempat diubah oleh Belanda, mereka membuat mini bar. Sekarang mini bar ini dikeramik oleh om Syahril dan dijadikan sebagai bagian dari dapur.
Sayup sayup lagu Pak Ketipak Ketipung tertangkap telinga saat kami akan meninggalkan rumah Tuan Qadhi. “ Datanglah lagi kesini” ujar Om Syahril sembari menjabat erat tangan saat kami pamit meninggalkan rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H