Sekitar tahun 80-an, lahirlah era kehidupan dunia baru yang dimotori oleh sebuah generasi remaja. Dunia menyebutnya sebagai sebuah era digitalisasi, yang merupakan bentuk modernisasi dari perkembangan teknologi yang banyak dikaitkan dengan hadirnya komputer dan internet.
Sejak itu, banyak hal dalam berbagai aspek kehidupan dunia dibaharui, berkembang begitu cepat, serta mendapat imbasnya. Tatanan kehidupan bernegara dengan bentuk atau sistem kepemerintahannya misalnya, turut ada dalam pengaruh perkembangan teknologi itu.
Hal tersebut boleh jadi dipicu oleh keberadaan rakyat, masyarakat, sebagai elemen penting kehidupan bernegara yang menghidupi spirit kebersamaan (socialitas) dalam kerangka connectivus socialis: eksistensi manusia (masyarakat, rakyat) dikaitkan dengan koneksi; jaringan internet.
Connectivus socialis akan mengarahkan setiap orang yang terlibat dalam perkembangan teknologi (digitalisasi) untuk bergerak dalam kebebasan memanfaatkan, membaharui, dan mengembangkan produk-produk teknologi yang harus serba kekinian.
Pada titik inilah manusia ditantang untuk ada dalam pilihan yang sangatlah reflektif: memanfaatkan teknologi demi terciptanya aspek kenyamanan, kebaikan diri dan sesama. Ataukah justru memanfaatkan, mengembangkan teknologi dalam acuan tindak individualistis.
Dalam kerangka pemikiran tersebut, bolehlah kita melirik salah satu produk modernisasi teknologi yang cukup viral dalam kehidupan masyarakat: "meme"; dalam keberadaannya untuk tatanan kehidupan bernegara yang berpayung demokratis.
Meninjau Meme sebagai "Virus" Akal Budi
Meme dalam perkembangan teknologi mengambil tempat pada media sosial dan menjadi semacam virus akal budi, yang sangat masif untuk menyebar dan memengaruhi perilaku dan pola pikir manusia.
Sekurang-kurangnya meme, dalam pandangan umum dapat diartikan sebagai cuplikan gambar dari acara televisi, film, atau pun gambar buatan sendiri, yang kemudian dimodifikasi sedemikian rupa dengan menambahkan kata atau tulisan lucu (Kurung Buka. Com, 22 Maret 2020).
Richard Dawkins, orang pertama yang mencetuskan kata meme dalam bukunya berjudul The Slefish Gene (1976), lebih melihat meme dalam pemahaman yang luas. Dirinya mengartikan meme sebagai sebuah basis evolusi kebudayaan manusia yang mampu berkembang bagai virus: menembus, berlipat ganda, dan menyebar. Richard menilik beberapa contoh meme seperti lagu, gagasan, kata-kata yang sedang tren, mode pakaian, dan cara-cara membuat gerabah atau kubah bangunan (Kurung Buka. com, 22 Maret 2020).