Merebaknya pandemi Covid-19 di negeri kita sejak Maret lalu, menghantar setiap masyarakat untuk ada dalam ragam perjuangan yang menjumput pada lajur visi serupa: mengusir keberadaan Virus Corona dari kehidupan dunia.
Kita boleh me-review ingatan kita akan hal ini, mulai dengan adanya usaha dari ranah kepemerintahan yang menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hadir pula usaha dan inisiatif kemanusiaan yang seolah-olah tampil tanpa malu-malu, menjulur ke tengah-tengah jerih-payah dunia melawan pandemi Covid-19. Kita boleh melirik sumbangsih dunia yang merekah lewat donasi dalam bentuk barang atau pun keuangan, entah untuk para korban Covid-19 maupun bagi mereka yang bergerak di garda terdepan.
Tak sampai pada titik ini saja, usaha kemanusiaan pun juga tampil lewat peneguhan spirit yang mengemuka dengan hadirnya ragam album rilisan para artis lokal, nasional, maupun internasional. Semuanya disumbangkan secara cuma-cuma demi kembalinya (go back) dunia menuju situasi hidup yang nyaman dan normal.
Kita patut mengapresiasi dan haruslah mengacungkan jempol untuk semua usaha kebersamaan tersebut. Namun, kiranya cukup mengangkat sebuah "hasrat kekecewaan"; ketika lalu-lintas kehidupan dunia, mau tak mau dinyatakan harus rela ada dan berdamping dengan Covid-19.
Visi dunia yang sebelumnya ada dalam usaha memerangi dan menghancurkan keberadaan Virus Corona, akhirnya harus mau dan rela menggubah visi tersebut: memerangi Virus Corona dengan tetap hidup berdamping. Visi inilah yang kiranya boleh disamartikan dengan kebijakan New Normal yang cukup getol dibahas, bahkan mulai diberlakukan.
Kita tentu tak asing lagi dengan ribuan informasi yang bertebaran di medsos berkenaan dengan kebijakan New Normal. Namun, pemahaman kita akan upaya konkret dalam penetapan kebijakan tersebut semestinya diperhatikan lebih jauh. Karena ada kesan bahwa masyarakat hanya melirik term "normal" saja, dalam penetapan kebijakan New Normal itu.
Sebab, barangkali dengan mulai mendangkal dan merangkaknya sumber pendapatan harian karena pandemi Covid-19 selama beberapa bulan terakhir, membuat masyarakat tak akan ambil pusing dengan aneka tantangan yang hadir termasuk aspek kesehatan -- penyakit sekalipun.
Masyarakat dapat saja memanfaatkan kelonggaran di tengah kebijakan New Normal saat ini, untuk mengisi kemunduran aspek ekonomi, pendapatan tersebut.
Hal itu memang ada baiknya, apabila hanya menohok pada sisi perekonomian semata. Namun, tentu harus dipertimbangkan, diperhitungkan, serta senantiasa haruslah diingat pula, berkenaan dengan protokol kesehatan yang senantisa diserukan secara terus-menerus. Sehingga kebijakan New Normal tidaklah menjadi sebuah kebijakan yang dapat menjadi sebab dari naiknya kurva pandemi Covid-19.
Untuk itu, asa perubahan haruslah menimbun dalam kesadaran masyarakat dan pemerintah, yang mengemuka lewat tata-laku hidup harian untuk masyarakat dan dalam setiap kebijakan yang dihasilkan di dunia kepemerintahan.