Lihat ke Halaman Asli

Renaldi Bayu

I'm a Student of Accounting at Udayana University.

Revolusi Pendidikan Tinggi: Menyikapi Dilema dan Membangun Kepribadian Kesarjanaan

Diperbarui: 20 November 2023   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: huffingtonpost.com

Belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan di antara berbagai alternatif strategik untuk mencapai tujuan individual. Kesadaran mengenai hal ini akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan tinggi yang pada akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang belajar di perguruan tinggi. Idealnya, karena seseorang mendapat privilege belajar di perguruan tinggi, seseorang dituntut untuk berbuat atau bertindak lebih dari mereka yang tidak mendapatkan privilege tersebut.

Ada dilema nyata dalam pendidikan tinggi saat ini, di mana hasil belajar mahasiswa seringkali tidak sesuai dengan harapan. Kemampuan, kompetensi, atau keterampilan yang seharusnya dimiliki oleh seorang sarjana tampaknya belum tercermin pada mahasiswa atau lulusan. Ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita belum berhasil menghasilkan sumber daya manusia berkualitas yang sesuai dengan gelar yang mereka miliki. Ujian komprehensif sering kali menjadi momen di mana pengajar menyadari adanya kesenjangan antara harapan dan realitas. 

Secara umum, mahasiswa belum mampu menunjukkan atribut atau perilaku yang seharusnya dimiliki oleh seorang calon sarjana. Banyak mahasiswa dengan indeks prestasi tinggi namun tidak memiliki pengetahuan konseptual yang cukup, sehingga mereka kesulitan menjelaskan suatu masalah atau menjawab pertanyaan konseptual dengan memuaskan. 

Mahasiswa sering kali kesulitan mengartikulasikan berbagai konsep dari berbagai mata kuliah menjadi suatu pengetahuan terpadu yang mencerminkan disiplin ilmu yang mereka pelajari. Secara umum, mereka kurang mampu menjawab pertanyaan 'mengapa' secara komprehensif dan terpadu untuk menunjukkan penguasaan pengetahuan dalam disiplin ilmu mereka.

Pengetahuan konseptual dan kemampuan penalaran masih jauh dari yang diharapkan, apalagi kemampuan berbahasa untuk ragam bahasa akademik atau ilmiah. Akibatnya, kepribadian kesarjanaan tidak terefleksi dalam sikap dan penampilan sarjana. Orang menjadi sulit untuk menebak apakah seseorang itu sarjana atau tidak.

Kuliah sekarang hanya memindah catatan dari dosen ke mahasiswa melalui proses yang sangat primitif disebut dengan (audio copy) ternyata catatan mahasiswa persis seperti catatan dosen, persis seperti buku yang tak pernah dibaca dan dimilikinya tapi catatannya rapi dan itu adalah dosen yang baik. Dan dosen skornya tinggi adalah dosen yang seperti itu (jadi secara substantif itu hanya memindah catatan). 

Sayangnya dosen seperti itu yang menjadi favorit mahasiswa, jadi kalau memilih dosen, dosen Seperti itu yang dapat menjelaskan dengan baik tanpa belajar. "itulah perampok proses belajar" jadi hasilnya mahasiswa yang dibelakang tak pernah mendengarkan, dan menumbuhkan persepsi untuk meminjam catatan temanya, jadi tak punya nilai tambah dan sayangnya itu yang disukai mahasiswa.

Pola pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini mempunyai efektivitas Metode pembelajaran "I lecture, you listen" masih mewarnai pendidikan di Perguruan Tinggi. Dosen merupakan tokoh sentral, dan lebih-kurang 80% waktunya digunakan untuk memindahkan (transfer) ilmunya secara konvensional (one-way traffic), sementara itu para mahasiswa duduk mendengarkan ceramahnya dengan aktivitas minimal tanpa mengaktifkan prior knowledge yang relevan dengan pokok bahasan.

Di dalam one-way traffic method para mahasiswa menunjukkan sikap apatis dan tidak tertarik terhadap proses pembelajaran. Lebih dari itu, kemampuan konseptualisasi sebagian besar mahasiswa bersifat terbatas karena mereka belajar dalam struktur dan pengarahan yang kaku. Mereka tidak dapat think outside the box. One-way traffic method terjadi di dalam paradigma Teacher-Centered Learning (TCL). 

Di dalam paradigma ini para mahasiswa cenderung menjadi receiver, kurang berperan sebagai elaborator dan/atau explorer. Di samping itu, para mahasiswa masuk ke dalam situasi rote learning, bukan meaningful learning. Situasi demikian ini diperkuat oleh materi kuliah yang bersifat konseptual. Pada hakekatnya para mahasiswa adalah sekelompok manusia yang beranjak dewasa dengan berbagai macam perubahan fisik, sosial dan psikologis. Mereka bukan lagi anak-anak yang menunggu untuk disuapi oleh orang tuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline